Hai… aku mau
ngasih cerita fiksi nih. Tetapi makna yang terkandung dan perasaan yang
diceritakan disini semuanya real loh. Aku mengalaminya. Tetapi, ada bberapa
lokasi dan perkataan yang memang agak ku lupa. Jadi, kalo agak-agak berubah
dikit, gapapalah yaa.. Aku hanya mau berbagi ceritaku… judulnya...
Karena dia dan khayalku (1)
Akhir-akhir
ini, Mama terus saja menghantuiku dengan pertanyaan yang itu-itu saja, Kapan kamu les de?, Udah milih tempat bimbel?, Kamu
udah kelas 9 loh?. Hampir saja
aku muak dengan ocehan Mama, tetapi walau begitu dia tetap Mama ku.
Lelah aku
bertanya dan membujuk teman-teman ku agar bisa les bareng di tempat bimbel yang
diajukan Mama. Sebenarnya, bisa saja aku bertanya pada Arya, pacarku. Sudah 2
bulan kami berpacaran, dia juga senasib denganku, selalu di terror dengan
pertanyaan Mama kami. "Huh, Aryaaa!! Aku bingung mau les dimana :("
Segera ku ketik sms untuk kekasihku
itu.
"Disuruh Mama di Erlangga aja,
katanya bagus. Aku ngga punya temen nih :("
"Oh disana? aku sebenernya mau
samaan sama kamu, tapi kayanya ngga boleh deh sama Mama. Disana ada sahabatku,
Andi" katanya.
Ternyata
disana ada sahabatnya?? Baguslah, jadi dia bisa jadi kepercayaan Arya buat
ngejagain aku. Arya itu tipe cowok cemburuan. huh..
"Yaudah deh, aku disana aja,
daripada Mama marah. Eh, tidur yuk? Ngantuk nih" aku membalas sambil
setengah mengantuk.
"Kamu ngantuk? Oh yaudah bobo
yuk ^^ daah" Sms terakhinya tidak pernah luput dari emoticon lucu
bergambar ‘cium’. Haha… Aku sangat sayang padanya.
Smsnya yang terakhir tidak ku balas
karena aku sudah terlelap.
Aku
bermimpi, aku didatangi seorang peri kecil yang lucu dan cantik, dia
membisikkanku sesuatu ditelingaku. Dimimpi itu, aku hanya bisa melihat, melihat
peri itu mendekati aku yang lain, atau bisa dibilang dia menjadi 'Vanya'
duplikat dalam mimpi ku. Terlihat, seketika wajah 'Vanya' memucat, seperti
terkejut, aku bertanya-tanya. Apa yang
terjadi??.. Badan 'Vanya' terlihat tak bertenaga, dan akhirnya jatuh dari
tempat tidur di kamarnya yang terlihat kosong. Seperti boneka kayu, yang putus
talinya. 'Vanya' tak bergerak, dia pingsan, aku bingung, namun tak bisa berbuat
apapun. Sehingga sampai akhirnya aku terbangun oleh dering alarm handphone ku.
Setidaknya handphone itu bisa bertahan sampai sekarang, aku tidak ingat, berapa
banyak handphone yang aku korbankan demi hilangnya kesedihanku.
Sesaat setelah aku sadar sepenuhnya, aku
bangun dan duduk di tepi tempat tidurku, badanku melemas dan mulai pusing,
penglihatanku gelap setelah sempat ku lihat jam di dinding menunjukkan pukul 4
pagi, aku terjatuh kebelakang, dan kembali terlelap dengan tubuh pasrah. Aku
pingsan!
***
Aku bangun
dengan perasaan berbeda. Aku telah sadar dari pingsanku pagi ini. Dan mulai
menarik nafas panjang ketika aku bersandar melihat dibalik jendela kamarku.
Pagi yang indah, namun dirusak oleh mimpi itu. Aku rasa akan ada hal buruk yang
terjadi. Hal yang paling buruk yang kali ini akan terjadi padaku. Yap! Aku
mendapat sebuah feeling lagi. Setelah aku kaitkan dengan pembicaraanku dengan
Arya semalam, aku mendapat sedikit penjelasan dengan apa yang berkaitan dengan
feeling itu. Dari semua jadwal yang aku buat sekedar iseng mengenai daftar bad
feeling ku itu, aku mendapat 90% kebenaran. Aku sempat berdoa agar aku tidak
dihantui rasa takut, memang sementara waktu, semua itu hilang, tetapi ternyata
aku membutuhkannya. Dan akhirnya, aku percaya pada diriku sendiri. Tapi sebisa
mungkin menjauhi orang yang terlibat dalam schedule bad feel ku itu.
***
Aku pergi ke sekolah dengan perasaan was-was. Aku
takut sesuatu terjadi padaku hari ini. Di mobil Ayahku, aku diam saja melamun
menatap keadaan luar. Sambil terus memikirkan mimpiku tadi malam. Ahh.. aku
ingat, jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 06.15 dan aku masuk pukul 07.30.
“Ayaah.. aku terlambat” ucapku lemas. Ayah menoleh dan mengangguk padaku.
Sungguh seorang ayah yang pengertian, dialah yang terbaik untukku.
Aku sampai dipintu gerbang sekolah. Ayah tidak bisa
mengantarku sampai dalam karena harus cepat ke kantor. Polisi, itulah
pekerjaannya. Dan aku selalu bermimpi untuk bisa bekerja bersamanya.
Turun
dari mobil, aku langsung bergegas ke kelas. Namun saat ditengah lapangan..
Brukkk… Aku terjatuh. Aku tak bisa melihat apapun pagi itu. Hanya gelap, dan
sekujur tubuhku lemas. Aku hanya bisa mendengar suara banyak orang yang mungkin
kini sedang mengerubungiku. Entah ini mimpi atau apa, aku merasa sekujur
tubuhku ringan. Seperti melayang dan akhirnya aku di taruh disebuah tempat. Hey, bau apa ini?. Perlahan ku buka
mataku dan menatap sekeliling. Tak ada apapun. Aku berada didalam ruangan yang
banyak terdapat lemari bertuliskan U.K.S, ya disinilah aku sekarang.
Seseorang
masuk dan menyapaku. Aku mencoba bangun dari tempat tidurku semula. Memfokuskan
mataku untuk melihat siapa yang ada dibelakang orang tadi. Ternyata mereka
semua sahabat terdekatku, Putri, Mei, dan Nissa yang berbaris mengekor
dibelakang Bu Diana. Bu guru ini adalah guru biologi ku yang kebetulan juga
sebagai Pembina U.K.S disekolahku.
Mereka semua masuk perlahan. Tetapi tunggu, ada dua
orang lain yang sedang duduk di depan pintu U.K.S. Terlihat jelas mereka adalah
seorang perempuan dan seorang laki-laki. Untuk apa mereka disana? Bukankah ini
sudah jam pelajaran kedua? Karena baru saja aku mendengar bel yang mengucapkan
begitu. Tetapi mengapa dua orang itu
terlihat canggung? Apakah mereka ada masalah?. Selalu begitu pertanyaan
yang berputar didalam benakku.
“Vanya…”
sapa mereka bertiga. “Hai, kalian kok kesini?” tanyaku. “Nak, ibu tinggal
kalian ya” potong Bu Diana disela-sela pembicaraan kami. “Iya bu.” Jawab kami
kompak. “Hahaha… Van, lu gamau kita khawatirin? Ahh yaudah pergi aja yuk.”
Jawab Putri sambil membalikkan badannya. “Ehh.. jangan – jangan. Gue takut
sendirian, ngomong-ngomong, kalian bolos jam kedua ya?” lanjutku. “ Hehehe… eh
kita bawa seseorang nih biar lu sembuh juga.” lanjut Nissa tanpa menjawab
pertanyaanku tadi. Aku hanya menampakkan wajah bingung. Nissa dan Putri keluar
memanggil seorang lelaki tadi. Hei, aku melihat bayangan perempuan tadi pergi.
Dan kemudian setengah berlari. “Nis, perempuan yang tadi duduk didepan itu
siapa?” tanyaku pada Nissa. Dia hanya melihat sejenak keluar dan menggeleng
padaku. Setelah terjadi perdebatan didepan U.K.S, akhirnya cowok itu masuk. Aku
tersentak kaget. Itu Arya. Setelah beberapa saat ingatanku pulih, aku kembali
teringat pada mimpiku tadi malam. Aku pingsan untuk kedua kalinya…
***
*Arya P.O.V*
Hei? Kenapa
dia begitu saat melihatku? Ahh.. ini pasti ada sesuatu dengannya. “Eh? Vanya… lu kenapa, Van? Bangun, Vaaan..” Mei
mengguncang tubuh Vanya. “Kalian tunggu disini, gue mau manggil Bu Diana lagi”
ujar Putri kepada yang lain. Aku hanya menatap kebingungan. “Dan Arya, lu harus
sebisa mungkin bikin Vanya sadar lagi” ucapnya saat berpapasan denganku dipintu
ruangan ini. Aku hanya mengangguk dan mendekati Vanya.
Aku memegang lengannya yang saat itu sangat basah oleh
keringatnya sendiri. Wajah Vanya pucat pasi. Badanku menegang. Aku sangat panik
karena hal ini. Aku tidak mau satupun ada yang melukainya. Aku sangat sayang
Vanya. Dan apa mungkin? Ahh sudahlah…
Aku
mendekap tangan Vanya diantara jemariku. Dan menggenggamnya tangannya untuk
membuatnya tetap merasakan hangat. Ya hangat, itulah yang dikatakan Vanya suatu
saat yang lalu ketika ia secara tiba-tiba ia memelukku dari belakang. Aku
sangat ingat hal itu. Karena hanya saat itu dia berani untuk mendekatiku. Vanya
bukanlah orang yang pemalu, tetapi hal itu tak berlaku padaku. Vanya selalu
bilang bahwa ia tak bisa menatap mataku dan aku menyadarinya. Setiap aku
berbicara dengannya berdua, ia selalu mengalihkan pandangannya kearah lain,
meskipun saat itu aku memegang bahunya agar tidak membuatnya bisa melihat
sekeliling. Tetapi tetap saja. Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya dariku.
Ahh… jika saja Vanya tau bagaimana rasa sayangku
padanya, mungkin aku akan tau apa yang dibutuhkannya. Sayang, dia terlalu
menutup dirinya dariku. Aku hanya bisa berharap saat itu terjadi. Aku menunduk
disamping tempat tidurnya. Berharap ia bangun dan tidak terkejut lagi
melihatku. Tangan Vanya semakin basah dan dingin. Aku berusaha untuk tetap
tenang dan sebisa mungkin membuat Vanya terbangun. Sementara yang lain membantu
mencari pertolongan pada guru yang lain. Aku bangun dan mengecup keningnya
perlahan dan lembut. “Aku sayang kamu, aku mau lihat kamu seneng lagi. Ayo
bangun…” suaraku terdengar lirih saat membisikkan kata-kata itu ditelinga
Vanya. Aku membalikkan badanku, membuat diriku bersandar di tepi tempat tidur,
dan mengeluarkan Galaxy Mini Hijau ku.
***
*Vanya P.O.V*
Dimana aku
sekarang? Gelap sekali disini. Hei? Apakah aku berada dimimpi tadi malam? Ruangan ini begitu aku kenali. Ruangan yang sama
dengan ruangan yang ditempati ‘Vanya’ lain. Pintu ruangan ini terbuka. Sesosok
anak yang sebaya denganku itu melihat kearahku dan sepertinya ia berusaha
memanggilku. Ah sudahlah… mungkin ia
mempunyai petunjuk untuk semua hal ini. Aku mendekati gadis itu… perlahan
dia menghilang. Dan aku berlari mengejarnya kearah pintu tempatnya menghilang.
Seketika cahaya putih mengelilingi ruangan dibalik pintu yang baru saja aku
lewati.
Aku kembali ke dunia nyata. Terbangun dan kembali
memfokuskan pandanganku ke sekelilingku. Aku menoleh ke sebelah kananku dan
melihat Arya duduk menggenggam hapenya. Aku mengalungkan tangan kananku ke
depan dadanya. Dia menyadari aku terbangun dan kemudian menggenggam telapak
tanganku. Aku berusaha untuk bangun dan duduk disebelahnya. Arya menyuruhku
untuk tetap ditempat tidur. Aku tak merespon kata-katanya dan kembali bersandar
di bahunya. Sangat nyaman, dan tenang. Meskipun aku merasakan detak jantungnya
yang sedari tadi tidak menentu. Aku memberikan senyumku yang paling manis
untuknya. Ini adalah yang pertama aku tersenyum padanya. Aku merasa bersalah
tidak pernah menganggapnya.
***
Bu Diana mengijinkan Arya untuk tetap menemaniku
hingga akhirnya Arya diijinkan untuk mengantarku pulang kerumah. Aku merasakan
setetes air membasahi tanganku. Aku mengangkat tangan dan membalikkannya.
Merasakan tetesan hujan di atas motor bersama dengannya. Aku sangat suka hujan.
Karena saat itulah Arya menyatakan perasaannya padaku. Hujan yang tidak begitu
deras, dan selalu menyisakan aroma tanah basah. Sama seperti saat itu. Sungguh,
kenangan itu takkan pernah mudah untuk dilupakan. Dan kembali aku merasakan
canggung terhadapnya. Aku tersenyum menatap langit yang tak begitu gelap.
Tetapi aku merasakan Arya yang penuh kekhawatiran saat mengantarku pulang. “Ngga
usah berhenti ya. Aku ngga apa-apa kok” ujarku membuka pembicaraan. “Kamu
yakin? Badan kamu dingin banget tadi” ucapnya khawatir. “Itu kan tadi. Aku
baik-baik aja ko. Nanti kalau hujannya deras, kamu dirumah aku aja dulu, ya”
ucapku. “Hmm..”
Setelah
mengantarku dan pamit dengan Mama, Arya buru-buru pulang.
Pandanganku
mengiringi kepergiannya.
Terima
kasih ucapan kamu tadi. Aku senang meskipun ucapan Arya tadi hanya didalam
mimpi. Dan pasti aku masih tertidur saat ini, terlelap diruang gelap dan
dingin. Dan tersenyum pada Arya dalam mimpiku yang indah barusan. Haha . Tapi
aku percaya itu tadi bukan mimpi. Otakku sedikit konslet belakangan ini…
***
Karna
dia dan khayalku… masih part satu nih. Deg-deg-an juga nih mau certain
selengkapnya. Semoga aja yang gue certain disini orang yang ada didunia gue itu
sadar. Ngga sepenuhnya gue bisa pahamin orang lain.
Seperti
air… semua mengalir sesuai arahnya meskipun butiran air itu dapat melukai yang
lain…
No comments:
Post a Comment