12.31.2011

Karena Dia dan Khayalku (Part 1)

cuapiggy


Hai… aku mau ngasih cerita fiksi nih. Tetapi makna yang terkandung dan perasaan yang diceritakan disini semuanya real loh. Aku mengalaminya. Tetapi, ada bberapa lokasi dan perkataan yang memang agak ku lupa. Jadi, kalo agak-agak berubah dikit, gapapalah yaa.. Aku hanya mau berbagi ceritaku… judulnya...

Karena dia dan khayalku (1)


Akhir-akhir ini, Mama terus saja menghantuiku dengan pertanyaan yang itu-itu saja, Kapan kamu les de?, Udah milih tempat bimbel?, Kamu udah kelas 9 loh?. Hampir saja aku muak dengan ocehan Mama, tetapi walau begitu dia tetap Mama ku.
Lelah aku bertanya dan membujuk teman-teman ku agar bisa les bareng di tempat bimbel yang diajukan Mama. Sebenarnya, bisa saja aku bertanya pada Arya, pacarku. Sudah 2 bulan kami berpacaran, dia juga senasib denganku, selalu di terror dengan pertanyaan Mama kami. "Huh, Aryaaa!! Aku bingung mau les dimana :("
Segera ku ketik sms untuk kekasihku itu.

"Yaa aku jugaa.. hmm, kamu mau les dimana?" balasnya.
"Disuruh Mama di Erlangga aja, katanya bagus. Aku ngga punya temen nih :("
"Oh disana? aku sebenernya mau samaan sama kamu, tapi kayanya ngga boleh deh sama Mama. Disana ada sahabatku, Andi" katanya.
Ternyata disana ada sahabatnya?? Baguslah, jadi dia bisa jadi kepercayaan Arya buat ngejagain aku. Arya itu tipe cowok cemburuan. huh..
"Yaudah deh, aku disana aja, daripada Mama marah. Eh, tidur yuk? Ngantuk nih" aku membalas sambil setengah mengantuk.
"Kamu ngantuk? Oh yaudah bobo yuk ^^ daah" Sms terakhinya tidak pernah luput dari emoticon lucu bergambar ‘cium’. Haha… Aku sangat sayang padanya.
Smsnya yang terakhir tidak ku balas karena aku sudah terlelap.

Aku bermimpi, aku didatangi seorang peri kecil yang lucu dan cantik, dia membisikkanku sesuatu ditelingaku. Dimimpi itu, aku hanya bisa melihat, melihat peri itu mendekati aku yang lain, atau bisa dibilang dia menjadi 'Vanya' duplikat dalam mimpi ku. Terlihat, seketika wajah 'Vanya' memucat, seperti terkejut, aku bertanya-tanya. Apa yang terjadi??.. Badan 'Vanya' terlihat tak bertenaga, dan akhirnya jatuh dari tempat tidur di kamarnya yang terlihat kosong. Seperti boneka kayu, yang putus talinya. 'Vanya' tak bergerak, dia pingsan, aku bingung, namun tak bisa berbuat apapun. Sehingga sampai akhirnya aku terbangun oleh dering alarm handphone ku. Setidaknya handphone itu bisa bertahan sampai sekarang, aku tidak ingat, berapa banyak handphone yang aku korbankan demi hilangnya kesedihanku.
 Sesaat setelah aku sadar sepenuhnya, aku bangun dan duduk di tepi tempat tidurku, badanku melemas dan mulai pusing, penglihatanku gelap setelah sempat ku lihat jam di dinding menunjukkan pukul 4 pagi, aku terjatuh kebelakang, dan kembali terlelap dengan tubuh pasrah. Aku pingsan!

***
Aku bangun dengan perasaan berbeda. Aku telah sadar dari pingsanku pagi ini. Dan mulai menarik nafas panjang ketika aku bersandar melihat dibalik jendela kamarku. Pagi yang indah, namun dirusak oleh mimpi itu. Aku rasa akan ada hal buruk yang terjadi. Hal yang paling buruk yang kali ini akan terjadi padaku. Yap! Aku mendapat sebuah feeling lagi. Setelah aku kaitkan dengan pembicaraanku dengan Arya semalam, aku mendapat sedikit penjelasan dengan apa yang berkaitan dengan feeling itu. Dari semua jadwal yang aku buat sekedar iseng mengenai daftar bad feeling ku itu, aku mendapat 90% kebenaran. Aku sempat berdoa agar aku tidak dihantui rasa takut, memang sementara waktu, semua itu hilang, tetapi ternyata aku membutuhkannya. Dan akhirnya, aku percaya pada diriku sendiri. Tapi sebisa mungkin menjauhi orang yang terlibat dalam schedule bad feel ku itu.

***

Aku pergi ke sekolah dengan perasaan was-was. Aku takut sesuatu terjadi padaku hari ini. Di mobil Ayahku, aku diam saja melamun menatap keadaan luar. Sambil terus memikirkan mimpiku tadi malam. Ahh.. aku ingat, jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 06.15 dan aku masuk pukul 07.30. “Ayaah.. aku terlambat” ucapku lemas. Ayah menoleh dan mengangguk padaku. Sungguh seorang ayah yang pengertian, dialah yang terbaik untukku.
Aku sampai dipintu gerbang sekolah. Ayah tidak bisa mengantarku sampai dalam karena harus cepat ke kantor. Polisi, itulah pekerjaannya. Dan aku selalu bermimpi untuk bisa bekerja bersamanya.
Turun dari mobil, aku langsung bergegas ke kelas. Namun saat ditengah lapangan.. Brukkk… Aku terjatuh. Aku tak bisa melihat apapun pagi itu. Hanya gelap, dan sekujur tubuhku lemas. Aku hanya bisa mendengar suara banyak orang yang mungkin kini sedang mengerubungiku. Entah ini mimpi atau apa, aku merasa sekujur tubuhku ringan. Seperti melayang dan akhirnya aku di taruh disebuah tempat. Hey, bau apa ini?. Perlahan ku buka mataku dan menatap sekeliling. Tak ada apapun. Aku berada didalam ruangan yang banyak terdapat lemari bertuliskan U.K.S, ya disinilah aku sekarang.
Seseorang masuk dan menyapaku. Aku mencoba bangun dari tempat tidurku semula. Memfokuskan mataku untuk melihat siapa yang ada dibelakang orang tadi. Ternyata mereka semua sahabat terdekatku, Putri, Mei, dan Nissa yang berbaris mengekor dibelakang Bu Diana. Bu guru ini adalah guru biologi ku yang kebetulan juga sebagai Pembina U.K.S disekolahku.

Mereka semua masuk perlahan. Tetapi tunggu, ada dua orang lain yang sedang duduk di depan pintu U.K.S. Terlihat jelas mereka adalah seorang perempuan dan seorang laki-laki. Untuk apa mereka disana? Bukankah ini sudah jam pelajaran kedua? Karena baru saja aku mendengar bel yang mengucapkan begitu. Tetapi mengapa dua orang itu terlihat canggung? Apakah mereka ada masalah?. Selalu begitu pertanyaan yang berputar didalam benakku.

“Vanya…” sapa mereka bertiga. “Hai, kalian kok kesini?” tanyaku. “Nak, ibu tinggal kalian ya” potong Bu Diana disela-sela pembicaraan kami. “Iya bu.” Jawab kami kompak. “Hahaha… Van, lu gamau kita khawatirin? Ahh yaudah pergi aja yuk.” Jawab Putri sambil membalikkan badannya. “Ehh.. jangan – jangan. Gue takut sendirian, ngomong-ngomong, kalian bolos jam kedua ya?” lanjutku. “ Hehehe… eh kita bawa seseorang nih biar lu sembuh juga.” lanjut Nissa tanpa menjawab pertanyaanku tadi. Aku hanya menampakkan wajah bingung. Nissa dan Putri keluar memanggil seorang lelaki tadi. Hei, aku melihat bayangan perempuan tadi pergi. Dan kemudian setengah berlari. “Nis, perempuan yang tadi duduk didepan itu siapa?” tanyaku pada Nissa. Dia hanya melihat sejenak keluar dan menggeleng padaku. Setelah terjadi perdebatan didepan U.K.S, akhirnya cowok itu masuk. Aku tersentak kaget. Itu Arya. Setelah beberapa saat ingatanku pulih, aku kembali teringat pada mimpiku tadi malam. Aku pingsan untuk kedua kalinya…

***
*Arya P.O.V*

Hei? Kenapa dia begitu saat melihatku? Ahh.. ini pasti ada sesuatu dengannya. “Eh? Vanya… lu kenapa, Van? Bangun, Vaaan..” Mei mengguncang tubuh Vanya. “Kalian tunggu disini, gue mau manggil Bu Diana lagi” ujar Putri kepada yang lain. Aku hanya menatap kebingungan. “Dan Arya, lu harus sebisa mungkin bikin Vanya sadar lagi” ucapnya saat berpapasan denganku dipintu ruangan ini. Aku hanya mengangguk dan mendekati Vanya.
Aku memegang lengannya yang saat itu sangat basah oleh keringatnya sendiri. Wajah Vanya pucat pasi. Badanku menegang. Aku sangat panik karena hal ini. Aku tidak mau satupun ada yang melukainya. Aku sangat sayang Vanya. Dan apa mungkin? Ahh sudahlah…
Aku mendekap tangan Vanya diantara jemariku. Dan menggenggamnya tangannya untuk membuatnya tetap merasakan hangat. Ya hangat, itulah yang dikatakan Vanya suatu saat yang lalu ketika ia secara tiba-tiba ia memelukku dari belakang. Aku sangat ingat hal itu. Karena hanya saat itu dia berani untuk mendekatiku. Vanya bukanlah orang yang pemalu, tetapi hal itu tak berlaku padaku. Vanya selalu bilang bahwa ia tak bisa menatap mataku dan aku menyadarinya. Setiap aku berbicara dengannya berdua, ia selalu mengalihkan pandangannya kearah lain, meskipun saat itu aku memegang bahunya agar tidak membuatnya bisa melihat sekeliling. Tetapi tetap saja. Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya dariku.
Ahh… jika saja Vanya tau bagaimana rasa sayangku padanya, mungkin aku akan tau apa yang dibutuhkannya. Sayang, dia terlalu menutup dirinya dariku. Aku hanya bisa berharap saat itu terjadi. Aku menunduk disamping tempat tidurnya. Berharap ia bangun dan tidak terkejut lagi melihatku. Tangan Vanya semakin basah dan dingin. Aku berusaha untuk tetap tenang dan sebisa mungkin membuat Vanya terbangun. Sementara yang lain membantu mencari pertolongan pada guru yang lain. Aku bangun dan mengecup keningnya perlahan dan lembut. “Aku sayang kamu, aku mau lihat kamu seneng lagi. Ayo bangun…” suaraku terdengar lirih saat membisikkan kata-kata itu ditelinga Vanya. Aku membalikkan badanku, membuat diriku bersandar di tepi tempat tidur, dan mengeluarkan Galaxy Mini Hijau ku.

***
*Vanya P.O.V*

Dimana aku sekarang? Gelap sekali disini. Hei? Apakah aku berada dimimpi tadi malam? Ruangan ini begitu aku kenali. Ruangan yang sama dengan ruangan yang ditempati ‘Vanya’ lain. Pintu ruangan ini terbuka. Sesosok anak yang sebaya denganku itu melihat kearahku dan sepertinya ia berusaha memanggilku. Ah sudahlah… mungkin ia mempunyai petunjuk untuk semua hal ini. Aku mendekati gadis itu… perlahan dia menghilang. Dan aku berlari mengejarnya kearah pintu tempatnya menghilang. Seketika cahaya putih mengelilingi ruangan dibalik pintu yang baru saja aku lewati.
Aku kembali ke dunia nyata. Terbangun dan kembali memfokuskan pandanganku ke sekelilingku. Aku menoleh ke sebelah kananku dan melihat Arya duduk menggenggam hapenya. Aku mengalungkan tangan kananku ke depan dadanya. Dia menyadari aku terbangun dan kemudian menggenggam telapak tanganku. Aku berusaha untuk bangun dan duduk disebelahnya. Arya menyuruhku untuk tetap ditempat tidur. Aku tak merespon kata-katanya dan kembali bersandar di bahunya. Sangat nyaman, dan tenang. Meskipun aku merasakan detak jantungnya yang sedari tadi tidak menentu. Aku memberikan senyumku yang paling manis untuknya. Ini adalah yang pertama aku tersenyum padanya. Aku merasa bersalah tidak pernah menganggapnya.

***

Bu Diana mengijinkan Arya untuk tetap menemaniku hingga akhirnya Arya diijinkan untuk mengantarku pulang kerumah. Aku merasakan setetes air membasahi tanganku. Aku mengangkat tangan dan membalikkannya. Merasakan tetesan hujan di atas motor bersama dengannya. Aku sangat suka hujan. Karena saat itulah Arya menyatakan perasaannya padaku. Hujan yang tidak begitu deras, dan selalu menyisakan aroma tanah basah. Sama seperti saat itu. Sungguh, kenangan itu takkan pernah mudah untuk dilupakan. Dan kembali aku merasakan canggung terhadapnya. Aku tersenyum menatap langit yang tak begitu gelap. Tetapi aku merasakan Arya yang penuh kekhawatiran saat mengantarku pulang. “Ngga usah berhenti ya. Aku ngga apa-apa kok” ujarku membuka pembicaraan. “Kamu yakin? Badan kamu dingin banget tadi” ucapnya khawatir. “Itu kan tadi. Aku baik-baik aja ko. Nanti kalau hujannya deras, kamu dirumah aku aja dulu, ya” ucapku. “Hmm..”
Setelah mengantarku dan pamit dengan Mama, Arya buru-buru pulang.
Pandanganku mengiringi kepergiannya.
Terima kasih ucapan kamu tadi. Aku senang meskipun ucapan Arya tadi hanya didalam mimpi. Dan pasti aku masih tertidur saat ini, terlelap diruang gelap dan dingin. Dan tersenyum pada Arya dalam mimpiku yang indah barusan. Haha . Tapi aku percaya itu tadi bukan mimpi. Otakku sedikit konslet belakangan ini…

***

Karna dia dan khayalku… masih part satu nih. Deg-deg-an juga nih mau certain selengkapnya. Semoga aja yang gue certain disini orang yang ada didunia gue itu sadar. Ngga sepenuhnya gue bisa pahamin orang lain.
Seperti air… semua mengalir sesuai arahnya meskipun butiran air itu dapat melukai yang lain…

No comments:

Post a Comment