7.11.2012

Karena Dia dan Khayalku (2)


Lanjutin aja yuk Karena Dia dan Khayalku –nya

Karena Dia dan Khayalku (2)


Diterik matahari yang menyengat kulit siang ini, aku terduduk di salah satu bangku taman sekolahku. Menatap lurus-lurus kearah air mancur yang mengalir dari kejauhan. Berharap ada kepastian yang datang. Menunggu seseorang lebih tepatnya…
Seperti biasa, setiap hari Jumat, aku pasti akan berdiam diri menunggu seseorang datang dan menyapaku dengan senyumannya. Namun tidak seperti hari ini, aku tidak menemukan orang itu, hanya ada segerombolan adik kelas yang hendak masuk ke kelasnya masing-masing. Bercanda tawa riang, seperti yang aku lakukan waktu pertama kali masuk ke sekolah ini. Tanpa harus memikirkan berbagai masalah dan ujian seperti saat ini. Dan tentunya masalah cinta seperti yang aku alami saat ini.


***
Sebulan setelah aku didiagnosa mengidap Anemia, aku belum pernah mengalami jatuh lagi. Tetapi aku merasa berbeda. Aku berubah dan aku selalu mempunyai keinginan untuk selalu menyendiri. Aku tidak menyangka hal ini berpengaruh pada teman-temanku yang sudah aku anggap sebagai keluargaku sendiri. Aku terkejut saat aku bermain didalam kelas Arya setelah pulang sekolah, aku dipanggil untuk keluar oleh teman-teman ku itu. Dan kalian tau apa? Aku merasa seperti disidang oleh apa yang bahkan bukan merupakan kesalahanku. Tak lama kemudian, air mataku mengalir. Aku menunduk sebisa mungkin menutupi apa yang sedang aku rasakan saat ini. Tak ku sangka, Arya muncul bersama Gunawan dan memanggilku. Tetapi aku tetap pada posisiku, terdiam dan menunduk menahan segala emosi yang hampir aku tumpahkan dihadapan teman-temanku. Setelah lebih dari 5x Arya memanggilku, akhirnya aku dipaksa juga oleh ‘panitera sidang’ ini untuk menanggapi panggilan Arya. “Kamu ngga apa-apa kan? Lagi ada apa sih?” tanyanya padaku. “Aku ngga kenapa-kenapa kok, kamu pulang duluan aja. Ada yang harus aku selesain sendiri” jawabku. Aku meninggalkannya yang kini terdiam.
Aku sadar jika ia sekarang sedang menatapku lekat. Aku bisa melihatnya dari sudut mataku. Tetapi, ini masalahku, aku tidak ingin ia dikira sebagai salah satu penyebab mengapa aku bisa begini, yang kata mereka semakin lama aku semakin menjauh. “Ngomong bisa kan?” tegur Dian tanpa sedikitpun menoleh padaku. Aku hanya terdiam, kata-kata itu mengena sekali. Tak elak lagi aku mengeluarkan kata-kata kasar padanya, kalimat yang aku tahan sejak tadi akhirnya meluap diiringi dengan air mataku yang tak kuasa menetes. Hingga akhirnya aku berlari menjauh. Mencari tempat dimana aku bisa meluapkan emosiku. Menahan tangis sebisa mungkin…
Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku merasa disalahkan, dan bahkan aku tak tahu sama sekali apa masalahku pada mereka, bukankah aku sama saja dengan yang lain? Sakura Jingga… 9 anggota pramuka dalam satu regu yang selama ini telah aku anggap sebagai keluargaku sendiri. Mereka mengatakan apa yang sama sekali tidak ingin ku dengar. Mereka seperti ingin memisahkan aku dengan Arya. Menjauhkanku dari cinta yang baru saja aku raih berkat dukungan mereka. Kini semua berbalik, mereka menginginkan sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Mereka inginkan aku putus… PUTUS…
Ini mengingatkanku kembali ke tanggal 31 Maret 2011 lalu, aku berkumpul dengan Sakura hanya dengan alasan agar aku bisa memenuhi janjiku. Aku berkata pada mereka, jika benar Arya menembakku, aku akah memakan cabai sesuai jumlah tanggal ia menembakku. Aku berkata begitu karena aku yakin bahwa itu tak akan terjadi padaku. Tetapi salah, Arya justru menembakku pada tanggal 30 Maret 2011. Telak saja mereka langsung menuju ke tukang gorengan hanya untuk membeli cabai sebanyak 30 buah dan segelas air mineral. Padahal aku hanya sanggup memakan 5 buah cabai saja, itupun karena aku tersedak dan yang lain panik melihatnya. Tentu Arya tidak mengetahui hal ini, gila saja jika Arya tahu aku menjadikannya bahan taruhan. Tetapi, apa yang terjadi sekarang sungguh berbeda dengan waktu itu…
Bahkan hal ini belum selesai sampai-sampai aku ditarik kembali dari dalam kelas Arya, setelah membanting beberapa buku di kelasnya, menangis tanpa suara. Saat ini aku hanya berada di pelukan teman-teman G.O.D ku, mereka juga tidak mengira akan sampai seperti ini perlakuan Sakura terhadapku. Atau memang aku yang egois sampai bias melupakan mereka yang membutuhkanku? Tapi bukankah mereka juga begitu saat mereka mempunyai pacar? Lalu mengapa hanya aku yang merasakan ini?
Aku tak pernah menginginkan hal ini terjadi, kejadian yang sama seperti waktu itu, seperti saat aku juga meninggalkan sahabatku hanya dengan seseorang yang konyol, seseorang yang hanya bisa aku khawatirkan dari jauh, yang bahkan sama sekali tak membalas cintaku. Berbeda dengan ini, dia yang mencintaiku, aku hanya tak ingin membuatnya merasakan apa yang aku rasakan dahulu. Itu begitu sakit ku rasa…
Tapi kini, keadaan benar-benar berbeda…

Beberapa hari setelah aku memutuskan untuk tidak menghubungi para sahabatku itu, aku merasa aku seperti sendirian. Meskipun yang ku tahu Arya selalu ada untuk mendukungku, tetapi yang ku ketahui jika tanpa sahabat, aku rasa aku akan mati lebih cepat… Secepat saat aku membuat mereka kecewa…
Aku bingung dengan apa yang terjadi dengan Arya, dia menyuruhku untuk meminta maaf kepada para sahabatku, tetapi dia seperti berkata bahwa lebih baik aku meninggalkan mereka. Hey ayolah, mana mungkin aku meninggalkan mereka? Intinya tetap saja aku masih membutuhkan mereka meskipun aku tahu setelah kami semua berada di kelas yang berbeda, kami tetap akan lebih akrab dengan teman dikelas kami masing-masing.
Berpikir ini semua akan kembali seperti sedia kala saja tak mungkin berubah menjadi kenyataan kan? Memohon, lebih seperti memasuki kandang singa aku rasa, meminta agar tidak dimangsa saat itu juga, padahal pada akhirnya aku akan menjadi tulang-belulang yang tertinggal bukan? Aku dan mereka hanya berbeda pandapat kan? Kita hanya salah paham…
Lihat, aku telah mengabaikan puluhan sms dari Arya lagi, kata ‘lagi’ mengingatkanku pada pertengkaran-pertengkaran kami yang lalu.Untuk kali ini, aku baru saja bertengkar dengannya hanya karena aku berkata padanya bahwa lebih baik aku mengikuti keinginan teman-temanku.Aku tidak ingin kehilangan mereka.Tetapi aku juga tidak mau meninggalkan Arya begitu saja.Cinta membuatku begitu buta.
Menangis begini membuat aku amat lelah..
Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur, mengecek satu persatu SMS ‘Permohonan Maaf’ dari Arya, walaupun aku sama sekali tidak bisa menangkap satupun yang dikatakannya, tetapi aku mengerti satu hal, Arya tak ingin aku meninggalkannya. Aku memencet tombol option di Handphone Samsung Galaxy ku itu, mencari option yang aku inginkan, dan memencetnya. Delete All… *klik*
Aku pun terlelap…

***
*Vanya P.O.V*

Pagi ini terasa aneh, aku merasa sangat malas untuk berangkat ke sekolah.Yasudahlah, Papa sudah menungguku di mobil, mau tidak mau aku harus berangkat sekolah.
“Hahaha.. Mama ada-ada saja, masa iya aku terlihat pucat?” ucapku pada Mama sebelum memasuki pintu mobil Papa. “Kamu tuh ya kalo dibilangin, beneran ngga kenapa-kenapa kamu?” tanya Mama. “Aku ngga apa-apa, Ma.Beneran” ucapku meyakinkan Mama. “Sudahlah, Ma. Vanya bilang dia ngga kenapa-kenapa kok. Kita berangkat dulu ya udah siang nih” ucap Papa memotong pembicaraan aku dan Mama.
“Van, kamu yakin mau kesekolah?” tanya Papaku tiba-tiba, setelah beberapa menit kami keluar dari komplek perumahan kami. “Emang Vanya kenapa sih, Pa?” jawabku heran.“Coba aja kamu liat muka kamu di spion” ucapnya sambil menunjuk ke spion di pintu sebelahku.“Imut, Pa” jawabku asal.“Ah kamu, Van.Ckck” ujar Papaku sambil menggelengkan kepalanya.

Ada apa sih Papa sama Mama? Aku kan fine-fine aja. Lagian juga aku ngga ngerasa apa-apa. Emang sih tadi pagi aku ngerasa ada yang aneh, tapi aku pikir itu karena aku yang terlalu lama menangis kemarin malam. Ah sudahlah..sudah sampai sekolah. Tunggu dulu, sepertinya aku melihat Arya, sedang apa dia berdiri di sana? Loh itu bukannya Fani?

“Pa, turunin aku didalem sekolah aja, Pa. Aku lagi males jalan jauh nih” ujarku yang hanya dibalas anggukan oleh Papa. Setelah pamit pada Papa, aku segera berlari kearah kelasku.“Pagi semua!” ucapku pada seisi kelas.“Pagi, Van” jawab mereka serentak.Seperti biasa, aku memang dikenal sebagai anak yang ceria disekolah.Wajar saja ketika aku sakit, mereka langsung menampakkan wajah tak percaya.Vanya sakit?,Kok bisa?, Ah masa? Ngga percaya gue, dan yang paling kejam adalah saat temanku serempak berkata,Vanya bisa sakit?. Memangnya aku ini bukan manusia? Haduuuh..dasar teman-teman yang aneh.
“Van, muka lo pucet” ujar Shasya tiba-tiba. “Hah? Engga kok, gue sehat-sehat aja” ucapku santai. Sebenarnya apa yang terjadi padaku saat ini? Aku merasa tidak biasa dengan ungkapan orang-orang disekitarku yang mengatakan aku sakit pagi ini, terutama Shasya. Itu kata-kata pertamanya setelah rupanya aku pernah menyakitinya dengan memacari Arya. Ada angin apa dia berbicara padaku?. Bukankah itu berarti ia sudah tidak marah padaku? Ah aku senang sekali kalau benar begituJ
Siang ini, aku bertemu dengan teman-teman Sakura yang tiba-tiba memelukku dan meminta maaf padaku. Aku tak menyangka hal ini bisa terjadi, padahal hampir saja aku memutuskan hubunganku dengan Arya. Mereka sadar, bukan aku lah yang harus di salahkan, tetapi keegoisan mereka yang selalu mengharap kami harus selalu bersama. Aku sayang mereka, lebih dari apapun…

***

Tak terasa sekarang sudah tanggal 27 Agustus, haha kalian tau apa? 3 hari lagi adalah Monthsarry-ku dan Arya yang ke 5. Aku sudah terlalu sering untuk bilang padanya bahwa aku tidak terlalu menganggap bahwa Monthsarry kami adalah penting untuk kami. Untuk ukuran anak SMP, bisa dibilang hal itu sudah biasa, bahkan banyak yang bisa sampai bertahun-tahun. Seperti biasa, Arya akan menuruti ucapanku dan aku akan selalu merasa senang karena itu. Sebenarnya bukan itu tujuanku mengambek tiap hari padanya. Aku hanya ingin meminta perhatian lebih darinya meskipun yang aku tahu ia pasti menuruti permintaanku, tetapi itu aku lakukan karena aku sama sekali tidak tahu apa yang ia lakukan dikelasnya yang terpisah jauh dari kelasku. Aku sangat mengkhawatirkannya, apalagi jika ia menyukai teman sekelasnya yang lain.
Ternyata Arya juga mengkhawatirkan hal yang sama padaku, terlebih saat ia bilang bahwa aku mudah didekati cowok. Itu kan karena aku gampang bersosialisasi, meskipun nyatanya aku ini adalah anak pemalu. Aku bisa menebak, satu alasan yang paling jelas adalah karena aku sekelas dengan Rama, sahabat kami, yang dulu pernah aku ceritakan pada Arya bahwa aku pernah menyukainya. Bahkan saat ia ulang tahunnya 15 Mei yang lalu, aku meminta bantuan Rama untuk membuat Arya cemburu dan itu berhasil, sampai sekarang Arya masih melarangku untuk terlalu dekat dengan Rama. Rupanya ini juga salah satu kecerobohanku.

***

Sudah 2 bulan lebih aku berada di kelas 9-9 yang bernama lain Kesemsem ini. Tetapi sampai sekarang aku belum terlalu mengenal teman-teman yang akan menjadi teman seperjuanganku berikutnya ini, selain 19 anak yang tadinya teman sekelasku di kelas 8. Awalnya, aku berpikir bahwa cepat atau lambat aku akan merasa bosan dikelas ini, tetapi setelah melihat bahwa Huda lah yang ditunjuk untuk memimpin kelas ini, aku merasa kelas ini akan menjadi kelas yang heboh nantinya. Huda dulu juga adalah ketua kelas ku dikelas 7, 7-5 tepatnya.Ya letaknya juga di kelas yang aku tempati saat ini, meskipun dengan shift berbeda. Dengan keberadaannya di kelas ini, akan membantuku untuk beradaptasi lebih jauh lagi dengan anak-anak di kelas ini, tetapi tidak menutup kemungkinan akan lebih sulit dan pasti akan membawa nilai buruk untukku karena aku sekelas lagi dengan sahabat-sahabatku yang dulu sering bertengkar denganku. Tak apalah, yang penting teman-temanku yang lain bisa membantu kegiatan belajarku dikelas ini.
Hebatnya, semakin sering aku mencoba beradaptasi dengan teman-teman sekelasku, semakin sering pula aku bertengkar dengan Arya dengan satu tema, yaitu perbedaan kelas. Aku sudah sangat-amat sering berbicara padanya bahwa aku tidak ingin membicarakan hal ini dengannya. Pertengkaran demi pertengkaran kami lewati dan selalu diakhiri dengan permintaan maaf darinya. Aku menjadi begitu egois di satu sisi dan disisi lain aku merasa begitu lelah untuk menanggapi hal ini terlalu lama.
Karena yang aku tahu, cinta itu bukan ‘kau’ atau ‘aku’, bukan tentang mereka, ataupun ‘ada apa dengannya’, tetapi ini semua tentang kita berdua dan bagaimana cara kita menghadapinya. Love is not about the other, but about the love we both.

***

Setelah sekitar dua minggu aku bimbel di tempat les yang di ajukan Mama, aku merasa agak nyaman karena disini aku dibantu Okta, teman perempuanku di kelas 7 dulu dan kebetulan teman sekelas ku ditempat bimbel, aku harus beradaptasi dengan lingkungan baru ku ini, aku memang sangat pendiam saat ini, bahkan aku belum berkenalan dengan Andi, teman sekelas Arya yang juga satu kelas denganku di tempat bimbelku ini. Pertemuanku dengannya sama sekali tidak membuatku berkenalan dengannya, yang aku ingat dua minggu yang lalu aku ditemani kakakku menunggu Andi datang, padahal aku sama sekali belum mengenalnya.
“Ta, lu balik duluan?” tanyaku pada Okta setelah keluar kelas. “Iye, nyokap gue udah nelpon-nelpon nih daritadi” jawabnya. Aku hanya cemberut melihat kepergiannya. Aku berjalan mendekati meja recepcionist dan mendapati Andi sedang duduk dan asyik memandangi layar handphonenya. Aku ingat aku peernah dilarang Arya untuk mendekatinya, entah apa alasannya. Dengar-dengar juga dari Mei, bahwa ia sekarang sedang didekati oleh Andi. Yang aku tak mengerti, bukannya Andi masih suka dan dekat dengan Sherly? Teman sekelasku saat ini sekaligus mantan Arya di kelas 7. “Andi!” panggilku. Andi hanya mendongakkan kepalanya memperhatikanku, akupun duduk disebelahnya. “Apa? Lu ceweknya Arya kan?” tanyanya dingin.“Iya. Emm..ngomong-ngomong, lu masih deket sama Sherly?” tanyaku blak-blakan padanya. Andi menengok menatapku. “Sekarang udah enggak, lagi aneh dia. Masa dia cemburu gue deket sama Mei” jawabnya yang sedikit berbau curhat. Kami mengobrol seakan-akan seperti sahabat yang sudah mengerti keadaan satu sama lain . “Lho, kalian bukannya pacaran?” tanyaku. “Enggak, kita emang deket, dan bahkan gue sama dia udah saling ngungkapin perasaan masing-masing, tapi kita nggak berniat pacaran” jawabnya to-do-point seperti tau maksudku bertanya seperti itu. “Kebetulan gue lagi deket sama Sherly, ada yang bisa gue bantu?” tanyaku, yang sebernarnya dilatar belakangi oleh dua alasan, pertama aku ingin menyelidiki kebenaran omongan Arya dan yang kedua aku ingin mengetahui lebih lanjut tentang Arya dan mantan-mantannya. “Lu SMS aja, tanyain dia masih marah sama gue apa enggak” katanya seolah mengomandokan jari-jari ku mengetik SMS untuk Sherly.
Setengah jam berlalu, aku dan Andi masih mengobrol menanyakan sesuatu yang menarik, tanpa sedikitpun handphoneku berdering menandakan adanya balasan dari Sherly, hanya terdengar dering khusus sms Arya yang memanggilku daritadi. Kami bertukar nomor handphone. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 8, aku bilang padanya bahwa aku ingin pulang. Sontak, aku menarik tangannya. Karena aku berlainan arah pulang dengannya, aku memintanya untuk menyebrangiku ke ujung jalan yang satunya. Setelahnya, aku langsung berterima kasih dan menaiki mobil angkutan yang sudah menunggu dihadapanku. Aku melambaikan tanganku padanya. Tiba-tiba saja Handphoneku berdering, Andi !

From : Andi
Makasih ya tadi udah mau nemenin gue.
Eh masa si Ujang tadi aneh banget.

Ujang? Tukang somay itu maksudnya?

To : Andi
Makasih juga ya tadi udah nyebrangin. J
Aneh kenapa?

From : Andi
J
Masa tadi kata Ujang gue suruh sama lu aja
Gue bilang aja lu udah ada yang punya
Trus katanya ‘gapapa asal ga ketauan mah’
Hahaha J

To : Andi
Haha lah kok gitu?

From : Andi
Gak tau tuh dia emang suka aneh
Tapi dia asik
Gue udah kenal dia dari kelas 6 sd


Kami terus ber-sms ria tanpa diketahui Arya. Sepertinya Arya sudah tidur. Saat itu juga, Sherly baru saja membalas sms ku.

From : Sherly
Loh kok Vanya nanya gitu?

To : Sherly
Yaa pengen tau aja


Tanpa basa-basi, Sherly langsung menceritakan masalahnya dengan Andi, mungkin ia sudah percaya padaku. Aku pun akhirnya mengetahui apa yang terjadi antara Sherly dan Andi, juga sedikit tentang Arya. Dari situlah aku mulai dekat dengan Sherly dan Andi. Setiap sms aku perhatikan baik-baik dan setelah Andi ku beritahu bahwa Sherly membalas Sms-ku, sepertinya Andi menunjukkan sikap tak peduli. Entah apa yang merasuk di pikiranku, aku ingin sekali mencari tahu tentang Andi, aku ingin membuktikan perkataan teman-teman-ku terutama Arya.
Aku teringat dengan cerita Mei hari Jum’at yang lalu, ia bilang Andi mendekatinya dan pikirku, cewek seperti Mei mudah sekali tertarik dengan perhatian dari cowok baik yang menurutnya ganteng. Tapi menurut-ku dia biasa saja. Apakah Mei itu termasuk pelarian Andi dari Sherly? Apa Sherly begitu mngabaikannya seperti yang dikatakannya padaku?. Lagi-lagi aku dibayang-bayangi pertanyaan dari otak-ku sendiri. Aku menandainya di sebuah Memo yang sengaja aku beri Password wajib-ku.

Memo Tittle : 19 September
Pertama kali aku mengenal Andi, aku bingung kenapa banyak teman-teman-ku yang menyuruhku untuk tidak terlalu dekat dengan Andi. Dia baik menurutku. Mungkin teman-teman-ku saja yang tidak terlalu mengenal Andi. Aku akan tetap berteman dengannya. Dengan begitu, aku bisa mengetahui seluk-beluk Arya bukan? Ya, aku akan melakukannya.
Nb : Senyumnya manis ^-^

Sudah waktunya untukku kembali ke alam mimpi~

***

Loh? Cowok itu?
“Arya!” panggil seseorang yang mengikuti Arya di belakangnya tadi. Aku sedikit tercengang sebelum akhirnya aku memanggilnya dengan lebih keras. “Arya!!” teriakku. Arya terlihat bingung harus ke arah yang mana. Cewek itu seperti menunggunya dari kejauhan. Aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa dia sebenarnya. Aku seperti mengenalnya, cewek itu kemudian duduk bersandar di pohon yang berada didekatnya. Kini aku berada di bundaran Taman Graha, aku baru saja selesai berolahraga dengan teman-teman-ku. Aku pergi mengabaikan apa yang aku lihat barusan, dan sepertinya Arya juga mengabaikanku karena beberapa detik kemudian dia memutuskan untuk menghampiri cewek yang sudah menunggunya daritadi. Aku tidak peduli dengan hal itu, hubungan kami sudah mulai retak bukan?
Hei, sepertinya aku melihat Andi. Lebih baik aku menghampirinya, aku ingin tahu lebih banyak tentangnya. Ahh… jangan lagi ! Brukk

Kriiiiiiiiinnnnngggg…!!!
‘Klek’
Aku terbangun dari tidurku, rupanya aku jatuh dari tempat tidur. Mimpi yang aneh...

***

Sepulang sekolah ini, aku harus berinisiatif untuk menghampiri Arya lebih dahulu. Aku melangkahkan kaki lebih cepat dari biasanya. Memang jodoh ! aku melihatnya berjalan bersama teman-temannya ke arah-ku, kini kami berada di koridor di depan ruang guru. Aku menarik tangannya yang sepertinya sedang membekap Ridza Ardi yang tubuhnya sangat imut, ia dulu juga teman sekelasku dikelas 8. Dibelakangnya diikuti oleh segerombolan genk-nya, ada Andi juga disana. Aku mengajak Arya untuk pulang. Dia pun mengalah sambil tertawa berpamitan dengan teman-temannya, aku mengikuti langkah kakinya yang sama sekali tidak mengimbangi langkah-ku. Aku meminta ijin padanya untuk membeli minuman. Dia menungguku di pintu gerbang, terlihat teman-temannya sedang menghampirinya dan kini giliran Andi yang menggantikan Arya membekap Ridza.
Aku menghampiri Arya, ia meminta minuman-ku, tentu saja dia tidak akan aku berikan, dia kan masih sakit. Aku bertemu tatap dengan Andi, ia tersenyum padaku. Aku hanya bisa diam, mengingat ada Arya dihadapanku. Aku menarik tangan Arya agar ia cepat melangkahkan kakinya untuk pulang. Aku mulai merasakan ada hal yang buruk akan terjadi nanti.

Sesampainya dirumah, aku langsung mengecek handphone-ku, seperti biasa, mengecek timeline-ku didunia maya. Aku memang biasa Online melalui handphone. Smartphoneku ini cukup membantuku, tetapi sejak aku mengaktifkan Chat FB melalui hp, banyak sekali Chat yang masuk menanyai nomor handphone-ku dan ingin berkenalan denganku. Rata-rata mereka semua itu menggunakan bahasa planet dan yang lebih parah, banyak yang berumur 20 tahun ke atas. Apa mungkin aku ini idaman para pria dewasa? Bahkan aku tidak memasang foto vulgar di profilku. Lupakan sajalah…
Pukul 4 sore, awalnya aku berniat untuk belajar sore itu. Tetapi Tuhan berkata lain, terdengar bunyi sms masuk. Tak mungkin jika ini Arya, aku sudah meminta ijin padanya karena aku ingin belajar menjadi orang rajin hari ini. Aku sudah menjanjikannya aku akan mengiriminya pesan setelah aku tidak merasa lelah nanti malam. Tetapi, dering Sms barusan merupakan dering contact yang ada di private box-ku, tidak lain dan tidak bukan dia adalah… Andi ! Dengan cepat aku membuka private box dan mendapati nama Andi disana. Aku memang sengaja memasukkannya di dalan private box, itu karena aku tidak ingin hal ini diketahui oleh Arya.

From : Andi
Jutek amat sih -,-

To : Andi
Hehe maaf, tadi ada Arya tau -,-

Aku membahas perlakuan ku tadi padanya, katanya ia sebal melihatku tidak membalas senyumannya. Aku bilang padanya bahwa aku memang sering lepas kendali dan hanya bisa kaget melihat perubahan sikap seseorang. Terlebih saat itu ada Arya dihadapan kami. Dia menyindirku soal adegan ‘penyebrangan’ dengannya kemarin malam. Ia memintaku untuk selalu tersenyum setiap bertemu dengannya, ia mengancam tidak akan menyebrangiku lagi jika aku tidak melakukannya. Aku panik tentu saja, karena 2 minggu sebelumnya aku memang selalu diantar jemput oleh kakak keduaku. Kali ini ia tidak bisa menuruti permintaanku untuk menjemputku sesuai perjanjian kami. Akhirnya aku menyetujui penawaran Andi, bukan hal yang sulit menurutku. Cuma tersenyum padanya ‘saat bertemu’ kan?

From : Andi
Tapi bukan sengaja lu gak mau ketemu gue loh -,-

Sial, dia tahu pikiranku

Akhirnya aku tidak jadi belajar sore itu. Andi tidak membalas Sms-ku selama lebih dari sejam, itu tandanya pembicaraan ku dengannya sudah berhenti. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, waktunya untuk mengirim kabar pada Arya.

To : Arya
Haaiii J

From : Arya
Hai juga J
Baru aja mau sms -,-

To : Arya
Hahaha, berarti kita jodoh, Yang J

Pembicaraan-ku dengan Arya lagi-lagi dihentikan sejenak oleh sebuah sms, dari Andi. Dia meminta maaf karena terlambat membalas Sms-ku. Akhirnya aku disibukkan dengan membalas dua Sms dari dua orang yang menurutku, Waw. Arya masih dengan larangannya mendekati Andi, dan Andi… melarangku untuk menceritakan hal ini pada Arya. Aku sedikit bingung soal ini. Ia beralasan karena ia merasa tidak enak dengan Arya, sahabatnya. Sekarang, ada dua pilihan di kepala-ku. Antara ini adalah mimpi atau mereka berdua bersekongkol untuk mengetahui sifat-sifatku. Mulai saat ini, aku bertekad untuk mengetahui lebih dalam apa yang terjadi dengan mereka berdua.
Akupun tertidur karena kelelahan.

***

From : Andi
Jangan lupa sarapan ya J

Huh, pagi-pagi sekali dia mengejutkanku dengan Smsnya itu, aku tidak ingat kapan terakhir kali Arya memberikanku ucapan seperti itu. Aku rasa tidak pernah. Hei, tapi itu seperti Sms yang dikirimkannya pada Mei? Lebih baik aku tanya itu nanti padanya.

To : Andi
Okeee J
Lu juga ya

Seperti biasa, hari ini aku jalani seperti hari-hari biasanya. Bedanya, kali ini aku harus menjaga mulutku karena aku harus menyimpan rahasia ini sendiri, untuk sementara waktu agar aku tidak mendapat masalah lebih berat. Siang ini aku juga ada latihan dance dengan G.O.D, aku mendengarkan kembali cerita dari Mei, dan berusaha mengaitkan hal apa yang sedang terjadi. Aku sedikit memancing ceritanya. Aku meminta Mei untuk menanyakan kehadiran Andi di bimbel sore nanti, alasan ini yang paling tepat karena aku memang tidak sedang membawa handphone-ku. Mei akhirnya bertanya tentang kedekatanku, aku berkata bahwa ia baik, tapi aku sedikit menyampaikan pesan padanya agar berhati-hati pada Andi dengan berbagai perlakuan yang diberikan padanya. Ia juga meminta agar aku menanyakan keseriusan Andi padanya. Pas ! Aku juga berencana menanyakan itu sore nanti.
Akhirnya selama 2 jam aku latihan dengan perasaan yang campur aduk, antara senang dan gelisah, aku ingin sekali menceritakan hal ini pada semua personil G.O.D, tapi nyatanya aku hanya bisa menceritakan hal ini pada beberapa orang tertentu saja. Hal ini dimulai dari Nissa dan Putri, aku memang tidak begitu dekat dengan Nissa tetapi kami memang sering menceritakan sebuah cerita khusus satu sama lain. Yang ini juga harus diketahuinya karena aku memang tidak biasa menyimpan rahasia sendirian. Setelah aku mengingat-ingat, Wulan ternyata juga pernah aku ceritakan tentang hal ini meskipun hanya sekilas dan nampaknya dia tak mengerti maksudku.
Aku pulang terburu-buru dan tidak bisa berkonsentrasi di perjalanan karena aku terus saja memikirkan seberapa besar dosa yang aku dapatkan karena telah membohongi pacar ku sendiri tentang ini. Jantung ku terasa semakin berdebar-debar, mengingat aku masih mempunyai satu misi lagi.

***

Di Erlangga, seperti biasa, aku hanya duduk terdiam dipojokkan didekat tembok pemisah antara kubu cowok dan kubu cewek. Aku datang 15 menit sebelum bel masuk. Okta sudah menunggu ku ditempat biasa, disebelah bangku ku. Tetapi seperti biasa pula, aku selalu diabaikan karena dia selalu saja mengobrol dengan teman-teman disebelahnya. Lagi-lagi aku harus mengisi waktuku dengan menggambar. Ternyata Andi belum datang sampai bel masuk berbunyi. Aku mengirimkan sms padanya yang menanyakan kehadirannya. Tidak dibalas, satu menit kemudian Andi datang dengan pakaian seragam batik sekolah 179  yang ditutup dengan jaket putihnya. Pasti habis main game. Bangku sudah terisi semua di kubu cowok dan hanya tersisa satu bangku dibelakangku. Dia melirikku dan benar ! Ia duduk tepat dibelakangku. Setengah jam pelajaran berlalu dengan perasaanku yang semakin nggak enak karena berkali-kali ia memainkan rambutku dari belakang, terkadang saat memanggilku, ia menarik rambutku berulang-ulang lalu diam seakan-akan bukan ialah pelakunya. Aku sangat terganggu dengan hal itu.
“Lu ngapain sih ngeliat kebelakang mulu?” katanya saat aku membalikkan tubuhku menghadapnya. “Lu-nya nggak bisa diem! Risih tau!” jawabku sekenanya. “Tuh, Ta. Temen lu, suka kayanya dia sama gue” ujarnya kepada Okta yang saat itu juga sedang memperhatikan kelakuan kami berdua. Aku sampai dimarahi oleh guruku saat berkali-kali aku menghadap kebelakang memarahi Andi. “Hah?! Suka sama lo? Ih” jawabku sambil berpura-pura tidak acuh terhadapnya. “Haha, udah deh ngaku aja, gue nggak marah kok” jawabnya sambil sesekali menjahiliku. Aku tetap dengan pendirianku, sabar.
Satu jam berlalu, aku sudah tidak kuat lagi. Akhirnya saat guru lengah, ku memindahkan bangku-ku ke sebelah bangku Andi, aku menjaga jarak dengannya sedemikian rupa. Andi bertanya mengapa aku pindah disebelahnya dan Okta nampaknya kesal denganku yang meninggalkannya. Berkali-kali Okta menyuruhku untuk kembali ke depan dan berkali-kali pula aku menolaknya dengan alasan tidak betah diganggu Andi. Pindah tempat ternyata bukan solusi yang tepat, Andi masih terus menggangguku dengan membuyarkan fikiranku karena ia terus saja berbicara tanpa maksud. Lama kelamaan aku kesal dengan kelakuannya dan akhirnya aku melemparkan tas nya ke bangku ku sebelumnya. Menyuruhnya untuk pindah ke sebelah Okta. Tentu saja ia menolak. Untung saja bel jam istirahat akan terdengar sebentar lagi.
It’s time to break… begitulah kira-kira bel istirahat di tempat ini. yah, kepuasan terlihat diwajahku. Dengan hanya membalasnya dengan senyuman licik, Andi berkata padaku sebelum ia beranjak dari tempat duduknya, “Jangan pindah-pindahin tas gue ! Awas lo !” dengan nada mengancam yang lembut, seperti bukan mengancam. Apakah aku harus menurutinya? Tentu saja tidak !
Kali ini aku merasa seperti sedang diterror, aku tidak bisa menghindari Andi selama jam pelajaran berlangsung. Dari mengoceh yang tidak jelas, meminjam pulpen berulang-ulang, menanyakan tulisan dipapan tulis, bahkan berulang-kali ia hanya memanggil namaku. Hah, aku tau ini memang hari yang buruk. Bagaimana dengan besok? Pasti melelahkan…

***

Bagaimana perkembangan hubunganku dengan Andi? Apakah aku akan bertahan dengan Arya? Lalu bagaimana kisahku selanjutnya?
Tunggu di Cerpen Karena Dia dan Khayalku Chapter 3
Thanks My Lovely Readers J

No comments:

Post a Comment