Lanjutin
aja yuk Karena Dia dan Khayalku –nya
Karena Dia dan Khayalku (2)
Diterik matahari yang menyengat kulit
siang ini, aku terduduk di salah satu bangku taman sekolahku. Menatap
lurus-lurus kearah air mancur yang mengalir dari kejauhan. Berharap ada
kepastian yang datang. Menunggu seseorang lebih tepatnya…
Seperti biasa, setiap hari Jumat, aku
pasti akan berdiam diri menunggu seseorang datang dan menyapaku dengan
senyumannya. Namun tidak seperti hari ini, aku tidak menemukan orang itu, hanya
ada segerombolan adik kelas yang hendak masuk ke kelasnya masing-masing. Bercanda
tawa riang, seperti yang aku lakukan waktu pertama kali masuk ke sekolah ini.
Tanpa harus memikirkan berbagai masalah dan ujian seperti saat ini. Dan
tentunya masalah cinta seperti yang aku alami saat ini.
***
Sebulan setelah aku didiagnosa mengidap
Anemia, aku belum pernah mengalami jatuh lagi. Tetapi aku merasa berbeda. Aku berubah
dan aku selalu mempunyai keinginan untuk selalu menyendiri. Aku tidak menyangka
hal ini berpengaruh pada teman-temanku yang sudah aku anggap sebagai keluargaku
sendiri. Aku terkejut saat aku bermain didalam kelas Arya setelah pulang
sekolah, aku dipanggil untuk keluar oleh teman-teman ku itu. Dan kalian tau
apa? Aku merasa seperti disidang oleh apa yang bahkan bukan merupakan
kesalahanku. Tak lama kemudian, air mataku mengalir. Aku menunduk sebisa
mungkin menutupi apa yang sedang aku rasakan saat ini. Tak ku sangka, Arya
muncul bersama Gunawan dan memanggilku. Tetapi aku tetap pada posisiku, terdiam
dan menunduk menahan segala emosi yang hampir aku tumpahkan dihadapan
teman-temanku. Setelah lebih dari 5x Arya memanggilku, akhirnya aku dipaksa
juga oleh ‘panitera sidang’ ini untuk menanggapi panggilan Arya. “Kamu ngga
apa-apa kan? Lagi ada apa sih?” tanyanya padaku. “Aku ngga kenapa-kenapa kok,
kamu pulang duluan aja. Ada yang harus aku selesain sendiri” jawabku. Aku
meninggalkannya yang kini terdiam.
Aku sadar jika ia sekarang sedang
menatapku lekat. Aku bisa melihatnya dari sudut mataku. Tetapi, ini masalahku,
aku tidak ingin ia dikira sebagai salah satu penyebab mengapa aku bisa begini,
yang kata mereka semakin lama aku semakin menjauh. “Ngomong bisa kan?” tegur Dian
tanpa sedikitpun menoleh padaku. Aku hanya terdiam, kata-kata itu mengena sekali.
Tak elak lagi aku mengeluarkan kata-kata kasar padanya, kalimat yang aku tahan
sejak tadi akhirnya meluap diiringi dengan air mataku yang tak kuasa menetes. Hingga
akhirnya aku berlari menjauh. Mencari
tempat dimana aku bisa meluapkan emosiku. Menahan tangis sebisa mungkin…
Aku
tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku merasa disalahkan, dan
bahkan aku tak tahu sama sekali apa masalahku pada mereka, bukankah aku sama
saja dengan yang lain? Sakura Jingga… 9 anggota pramuka dalam satu regu
yang selama ini telah aku anggap sebagai keluargaku sendiri. Mereka mengatakan
apa yang sama sekali tidak ingin ku dengar. Mereka seperti ingin memisahkan aku
dengan Arya. Menjauhkanku dari cinta yang baru saja aku raih berkat dukungan
mereka. Kini semua berbalik, mereka menginginkan sesuatu yang berbeda dengan
sebelumnya. Mereka inginkan aku putus… PUTUS…
Ini mengingatkanku kembali ke tanggal 31
Maret 2011 lalu, aku berkumpul dengan Sakura hanya dengan alasan agar aku bisa
memenuhi janjiku. Aku berkata pada mereka, jika benar Arya menembakku, aku akah
memakan cabai sesuai jumlah tanggal ia menembakku. Aku berkata begitu karena
aku yakin bahwa itu tak akan terjadi padaku. Tetapi salah, Arya justru
menembakku pada tanggal 30 Maret 2011. Telak saja mereka langsung menuju ke
tukang gorengan hanya untuk membeli cabai sebanyak 30 buah dan segelas air
mineral. Padahal aku hanya sanggup memakan 5 buah cabai saja, itupun karena aku
tersedak dan yang lain panik melihatnya. Tentu Arya tidak mengetahui hal ini,
gila saja jika Arya tahu aku menjadikannya bahan taruhan. Tetapi, apa yang
terjadi sekarang sungguh berbeda dengan waktu itu…
Bahkan hal ini belum selesai
sampai-sampai aku ditarik kembali dari dalam kelas Arya, setelah membanting
beberapa buku di kelasnya, menangis tanpa suara. Saat ini aku hanya berada di
pelukan teman-teman G.O.D ku, mereka juga tidak mengira akan sampai seperti ini
perlakuan Sakura terhadapku. Atau memang
aku yang egois sampai bias melupakan mereka yang membutuhkanku? Tapi bukankah
mereka juga begitu saat mereka mempunyai pacar? Lalu mengapa hanya aku yang
merasakan ini?
Aku tak pernah menginginkan hal ini
terjadi, kejadian yang sama seperti waktu itu, seperti saat aku juga
meninggalkan sahabatku hanya dengan seseorang yang konyol, seseorang yang hanya
bisa aku khawatirkan dari jauh, yang bahkan sama sekali tak membalas cintaku.
Berbeda dengan ini, dia yang mencintaiku, aku hanya tak ingin membuatnya merasakan
apa yang aku rasakan dahulu. Itu begitu sakit ku rasa…
Tapi kini, keadaan benar-benar berbeda…
Beberapa hari setelah aku memutuskan
untuk tidak menghubungi para sahabatku itu, aku merasa aku seperti sendirian.
Meskipun yang ku tahu Arya selalu ada untuk mendukungku, tetapi yang ku ketahui
jika tanpa sahabat, aku rasa aku akan mati lebih cepat… Secepat saat aku
membuat mereka kecewa…
Aku bingung dengan apa yang terjadi
dengan Arya, dia menyuruhku untuk meminta maaf kepada para sahabatku, tetapi
dia seperti berkata bahwa lebih baik aku meninggalkan mereka. Hey ayolah, mana mungkin aku meninggalkan
mereka? Intinya tetap saja aku masih membutuhkan mereka meskipun aku tahu
setelah kami semua berada di kelas yang berbeda, kami tetap akan lebih akrab
dengan teman dikelas kami masing-masing.
Berpikir ini semua akan kembali seperti
sedia kala saja tak mungkin berubah menjadi kenyataan kan? Memohon, lebih
seperti memasuki kandang singa aku rasa, meminta agar tidak dimangsa saat itu
juga, padahal pada akhirnya aku akan menjadi tulang-belulang yang tertinggal
bukan? Aku dan mereka hanya berbeda
pandapat kan? Kita hanya salah paham…
Lihat,
aku telah mengabaikan puluhan sms dari Arya lagi, kata ‘lagi’
mengingatkanku pada pertengkaran-pertengkaran kami yang lalu.Untuk kali ini,
aku baru saja bertengkar dengannya hanya karena aku berkata padanya bahwa lebih
baik aku mengikuti keinginan teman-temanku.Aku tidak ingin kehilangan
mereka.Tetapi aku juga tidak mau meninggalkan Arya begitu saja.Cinta membuatku
begitu buta.
Menangis begini membuat aku amat lelah..
Aku merebahkan tubuhku di tempat tidur,
mengecek satu persatu SMS ‘Permohonan Maaf’ dari Arya, walaupun aku sama sekali
tidak bisa menangkap satupun yang dikatakannya, tetapi aku mengerti satu hal,
Arya tak ingin aku meninggalkannya. Aku memencet tombol option di Handphone
Samsung Galaxy ku itu, mencari option yang aku inginkan, dan memencetnya.
Delete All… *klik*
Aku pun terlelap…
***
*Vanya P.O.V*
Pagi ini terasa aneh, aku merasa sangat
malas untuk berangkat ke sekolah.Yasudahlah, Papa sudah menungguku di mobil,
mau tidak mau aku harus berangkat sekolah.
“Hahaha.. Mama ada-ada saja, masa iya
aku terlihat pucat?” ucapku pada Mama sebelum memasuki pintu mobil Papa. “Kamu
tuh ya kalo dibilangin, beneran ngga kenapa-kenapa kamu?” tanya Mama. “Aku ngga
apa-apa, Ma.Beneran” ucapku meyakinkan Mama. “Sudahlah, Ma. Vanya bilang dia
ngga kenapa-kenapa kok. Kita berangkat dulu ya udah siang nih” ucap Papa memotong
pembicaraan aku dan Mama.
“Van, kamu yakin mau kesekolah?” tanya
Papaku tiba-tiba, setelah beberapa menit kami keluar dari komplek perumahan
kami. “Emang Vanya kenapa sih, Pa?” jawabku heran.“Coba aja kamu liat muka kamu
di spion” ucapnya sambil menunjuk ke spion di pintu sebelahku.“Imut, Pa”
jawabku asal.“Ah kamu, Van.Ckck” ujar Papaku sambil menggelengkan kepalanya.
Ada
apa sih Papa sama Mama? Aku kan fine-fine aja. Lagian juga aku ngga ngerasa
apa-apa. Emang sih tadi pagi aku ngerasa ada yang aneh, tapi aku pikir itu
karena aku yang terlalu lama menangis kemarin malam. Ah sudahlah..sudah sampai
sekolah. Tunggu dulu, sepertinya aku melihat Arya, sedang apa dia berdiri di
sana? Loh itu bukannya Fani?
“Pa, turunin aku didalem sekolah aja,
Pa. Aku lagi males jalan jauh nih” ujarku yang hanya dibalas anggukan oleh
Papa. Setelah pamit pada Papa, aku segera berlari kearah kelasku.“Pagi semua!”
ucapku pada seisi kelas.“Pagi, Van” jawab mereka serentak.Seperti biasa, aku
memang dikenal sebagai anak yang ceria disekolah.Wajar saja ketika aku sakit,
mereka langsung menampakkan wajah tak percaya.Vanya sakit?,Kok bisa?, Ah masa? Ngga percaya gue, dan yang
paling kejam adalah saat temanku serempak berkata,Vanya bisa sakit?. Memangnya aku ini bukan manusia? Haduuuh..dasar
teman-teman yang aneh.
“Van, muka lo pucet” ujar Shasya
tiba-tiba. “Hah? Engga kok, gue sehat-sehat aja” ucapku santai. Sebenarnya apa yang terjadi padaku saat ini?
Aku merasa tidak biasa dengan ungkapan orang-orang disekitarku yang mengatakan
aku sakit pagi ini, terutama Shasya. Itu kata-kata pertamanya setelah rupanya
aku pernah menyakitinya dengan memacari Arya. Ada angin apa dia berbicara padaku?. Bukankah itu berarti ia sudah tidak marah padaku? Ah aku senang sekali
kalau benar begituJ
Siang ini, aku bertemu dengan
teman-teman Sakura yang tiba-tiba memelukku dan meminta maaf padaku. Aku tak
menyangka hal ini bisa terjadi, padahal hampir saja aku memutuskan hubunganku
dengan Arya. Mereka sadar, bukan aku lah yang harus di salahkan, tetapi
keegoisan mereka yang selalu mengharap kami harus selalu bersama. Aku sayang
mereka, lebih dari apapun…
***
Tak terasa sekarang sudah tanggal 27
Agustus, haha kalian tau apa? 3 hari lagi adalah Monthsarry-ku dan Arya yang ke
5. Aku sudah terlalu sering untuk bilang padanya bahwa aku tidak terlalu
menganggap bahwa Monthsarry kami adalah penting untuk kami. Untuk ukuran anak
SMP, bisa dibilang hal itu sudah biasa, bahkan banyak yang bisa sampai
bertahun-tahun. Seperti biasa, Arya akan menuruti ucapanku dan aku akan selalu
merasa senang karena itu. Sebenarnya bukan itu tujuanku mengambek tiap hari
padanya. Aku hanya ingin meminta perhatian lebih darinya meskipun yang aku tahu
ia pasti menuruti permintaanku, tetapi itu aku lakukan karena aku sama sekali
tidak tahu apa yang ia lakukan dikelasnya yang terpisah jauh dari kelasku. Aku
sangat mengkhawatirkannya, apalagi jika ia menyukai teman sekelasnya yang lain.
Ternyata Arya juga mengkhawatirkan hal
yang sama padaku, terlebih saat ia bilang bahwa aku mudah didekati cowok. Itu
kan karena aku gampang bersosialisasi, meskipun nyatanya aku ini adalah anak
pemalu. Aku bisa menebak, satu alasan yang paling jelas adalah karena aku
sekelas dengan Rama, sahabat kami, yang dulu pernah aku ceritakan pada Arya
bahwa aku pernah menyukainya. Bahkan saat ia ulang tahunnya 15 Mei yang lalu,
aku meminta bantuan Rama untuk membuat Arya cemburu dan itu berhasil, sampai
sekarang Arya masih melarangku untuk terlalu dekat dengan Rama. Rupanya ini
juga salah satu kecerobohanku.
***
Sudah 2 bulan lebih aku berada di kelas
9-9 yang bernama lain Kesemsem ini. Tetapi sampai sekarang aku belum terlalu
mengenal teman-teman yang akan menjadi teman seperjuanganku berikutnya ini,
selain 19 anak yang tadinya teman sekelasku di kelas 8. Awalnya, aku berpikir
bahwa cepat atau lambat aku akan merasa bosan dikelas ini, tetapi setelah
melihat bahwa Huda lah yang ditunjuk untuk memimpin kelas ini, aku merasa kelas
ini akan menjadi kelas yang heboh nantinya. Huda dulu juga adalah ketua kelas
ku dikelas 7, 7-5 tepatnya.Ya letaknya juga di kelas yang aku tempati saat ini,
meskipun dengan shift berbeda. Dengan keberadaannya di kelas ini, akan
membantuku untuk beradaptasi lebih jauh lagi dengan anak-anak di kelas ini,
tetapi tidak menutup kemungkinan akan lebih sulit dan pasti akan membawa nilai
buruk untukku karena aku sekelas lagi dengan sahabat-sahabatku yang dulu sering
bertengkar denganku. Tak apalah, yang penting teman-temanku yang lain bisa
membantu kegiatan belajarku dikelas ini.
Hebatnya, semakin sering aku mencoba
beradaptasi dengan teman-teman sekelasku, semakin sering pula aku bertengkar
dengan Arya dengan satu tema, yaitu perbedaan kelas. Aku sudah sangat-amat sering
berbicara padanya bahwa aku tidak ingin membicarakan hal ini dengannya. Pertengkaran
demi pertengkaran kami lewati dan selalu diakhiri dengan permintaan maaf
darinya. Aku menjadi begitu egois di satu sisi dan disisi lain aku merasa
begitu lelah untuk menanggapi hal ini terlalu lama.
Karena
yang aku tahu, cinta itu bukan ‘kau’ atau ‘aku’, bukan tentang mereka, ataupun
‘ada apa dengannya’, tetapi ini semua tentang kita berdua dan bagaimana cara
kita menghadapinya. Love is not about the other, but about the love we both.
***
Setelah sekitar dua minggu aku bimbel di
tempat les yang di ajukan Mama, aku merasa agak nyaman karena disini aku
dibantu Okta, teman perempuanku di kelas 7 dulu dan kebetulan teman sekelas ku
ditempat bimbel, aku harus beradaptasi dengan lingkungan baru ku ini, aku
memang sangat pendiam saat ini, bahkan aku belum berkenalan dengan Andi, teman
sekelas Arya yang juga satu kelas denganku di tempat bimbelku ini. Pertemuanku
dengannya sama sekali tidak membuatku berkenalan dengannya, yang aku ingat dua
minggu yang lalu aku ditemani kakakku menunggu Andi datang, padahal aku sama
sekali belum mengenalnya.
“Ta, lu balik duluan?” tanyaku pada Okta
setelah keluar kelas. “Iye, nyokap gue udah nelpon-nelpon nih daritadi”
jawabnya. Aku hanya cemberut melihat kepergiannya. Aku berjalan mendekati meja recepcionist dan mendapati Andi sedang
duduk dan asyik memandangi layar handphonenya. Aku ingat aku peernah dilarang
Arya untuk mendekatinya, entah apa alasannya. Dengar-dengar juga dari Mei,
bahwa ia sekarang sedang didekati oleh Andi. Yang aku tak mengerti, bukannya
Andi masih suka dan dekat dengan Sherly? Teman sekelasku saat ini sekaligus
mantan Arya di kelas 7. “Andi!” panggilku. Andi hanya mendongakkan kepalanya
memperhatikanku, akupun duduk disebelahnya. “Apa? Lu ceweknya Arya kan?”
tanyanya dingin.“Iya. Emm..ngomong-ngomong, lu masih deket sama Sherly?”
tanyaku blak-blakan padanya. Andi menengok menatapku. “Sekarang udah enggak,
lagi aneh dia. Masa dia cemburu gue deket sama Mei” jawabnya yang sedikit
berbau curhat. Kami mengobrol seakan-akan seperti sahabat yang sudah mengerti
keadaan satu sama lain . “Lho, kalian bukannya pacaran?” tanyaku. “Enggak, kita
emang deket, dan bahkan gue sama dia udah saling ngungkapin perasaan
masing-masing, tapi kita nggak berniat pacaran” jawabnya to-do-point seperti
tau maksudku bertanya seperti itu. “Kebetulan gue lagi deket sama Sherly, ada
yang bisa gue bantu?” tanyaku, yang sebernarnya dilatar belakangi oleh dua
alasan, pertama aku ingin menyelidiki kebenaran omongan Arya dan yang kedua aku
ingin mengetahui lebih lanjut tentang Arya dan mantan-mantannya. “Lu SMS aja,
tanyain dia masih marah sama gue apa enggak” katanya seolah mengomandokan
jari-jari ku mengetik SMS untuk Sherly.
Setengah jam berlalu, aku dan Andi masih
mengobrol menanyakan sesuatu yang menarik, tanpa sedikitpun handphoneku
berdering menandakan adanya balasan dari Sherly, hanya terdengar dering khusus
sms Arya yang memanggilku daritadi. Kami bertukar nomor handphone. Jam tanganku
sudah menunjukkan pukul 8, aku bilang padanya bahwa aku ingin pulang. Sontak,
aku menarik tangannya. Karena aku berlainan arah pulang dengannya, aku
memintanya untuk menyebrangiku ke ujung jalan yang satunya. Setelahnya, aku
langsung berterima kasih dan menaiki mobil angkutan yang sudah menunggu
dihadapanku. Aku melambaikan tanganku padanya. Tiba-tiba saja Handphoneku
berdering, Andi !
From : Andi
Makasih ya tadi udah mau nemenin gue.
Eh masa si Ujang tadi aneh banget.
Ujang? Tukang somay itu maksudnya?
To : Andi
Makasih juga ya tadi udah nyebrangin. J
Aneh kenapa?
From : Andi
J
Masa tadi kata
Ujang gue suruh sama lu aja
Gue bilang aja lu udah ada yang punya
Trus katanya ‘gapapa asal ga ketauan
mah’
Hahaha J
To : Andi
Haha lah kok gitu?
From : Andi
Gak tau tuh dia emang suka aneh
Tapi dia asik
Gue udah kenal dia dari kelas 6 sd
…
Kami terus ber-sms ria tanpa diketahui
Arya. Sepertinya Arya sudah tidur. Saat itu juga, Sherly baru saja membalas sms
ku.
From : Sherly
Loh kok Vanya nanya gitu?
To : Sherly
Yaa pengen tau aja
…
Tanpa basa-basi, Sherly langsung
menceritakan masalahnya dengan Andi, mungkin ia sudah percaya padaku. Aku pun
akhirnya mengetahui apa yang terjadi antara Sherly dan Andi, juga sedikit
tentang Arya. Dari situlah aku mulai dekat dengan Sherly dan Andi. Setiap sms
aku perhatikan baik-baik dan setelah Andi ku beritahu bahwa Sherly membalas
Sms-ku, sepertinya Andi menunjukkan sikap tak peduli. Entah apa yang merasuk di
pikiranku, aku ingin sekali mencari tahu tentang Andi, aku ingin membuktikan
perkataan teman-teman-ku terutama Arya.
Aku teringat dengan cerita Mei hari
Jum’at yang lalu, ia bilang Andi mendekatinya dan pikirku, cewek seperti Mei
mudah sekali tertarik dengan perhatian dari cowok baik yang menurutnya ganteng.
Tapi menurut-ku dia biasa saja. Apakah
Mei itu termasuk pelarian Andi dari Sherly? Apa Sherly begitu mngabaikannya
seperti yang dikatakannya padaku?. Lagi-lagi aku dibayang-bayangi
pertanyaan dari otak-ku sendiri. Aku menandainya di sebuah Memo yang sengaja
aku beri Password wajib-ku.
Memo Tittle : 19
September
Pertama kali aku mengenal Andi, aku
bingung kenapa banyak teman-teman-ku yang menyuruhku untuk tidak terlalu dekat
dengan Andi. Dia baik menurutku. Mungkin teman-teman-ku saja yang tidak terlalu
mengenal Andi. Aku akan tetap berteman dengannya. Dengan begitu, aku bisa
mengetahui seluk-beluk Arya bukan? Ya, aku akan melakukannya.
Nb : Senyumnya manis ^-^
Sudah waktunya
untukku kembali ke alam mimpi~
***
Loh? Cowok itu?
“Arya!” panggil seseorang yang mengikuti
Arya di belakangnya tadi. Aku sedikit tercengang sebelum akhirnya aku
memanggilnya dengan lebih keras. “Arya!!” teriakku. Arya terlihat bingung harus
ke arah yang mana. Cewek itu seperti menunggunya dari kejauhan. Aku tidak bisa
melihat dengan jelas siapa dia sebenarnya. Aku seperti mengenalnya, cewek itu
kemudian duduk bersandar di pohon yang berada didekatnya. Kini aku berada di
bundaran Taman Graha, aku baru saja selesai berolahraga dengan teman-teman-ku.
Aku pergi mengabaikan apa yang aku lihat barusan, dan sepertinya Arya juga
mengabaikanku karena beberapa detik kemudian dia memutuskan untuk menghampiri
cewek yang sudah menunggunya daritadi. Aku tidak peduli dengan hal itu,
hubungan kami sudah mulai retak bukan?
Hei, sepertinya aku melihat Andi. Lebih
baik aku menghampirinya, aku ingin tahu lebih banyak tentangnya. Ahh… jangan lagi ! Brukk
Kriiiiiiiiinnnnngggg…!!!
‘Klek’
Aku terbangun dari tidurku, rupanya aku
jatuh dari tempat tidur. Mimpi yang
aneh...
***
Sepulang sekolah
ini, aku harus berinisiatif untuk menghampiri Arya lebih dahulu. Aku
melangkahkan kaki lebih cepat dari biasanya. Memang jodoh ! aku melihatnya
berjalan bersama teman-temannya ke arah-ku, kini kami berada di koridor di
depan ruang guru. Aku menarik tangannya yang sepertinya sedang membekap Ridza
Ardi yang tubuhnya sangat imut, ia dulu juga teman sekelasku dikelas 8.
Dibelakangnya diikuti oleh segerombolan genk-nya, ada Andi juga disana. Aku
mengajak Arya untuk pulang. Dia pun mengalah sambil tertawa berpamitan dengan
teman-temannya, aku mengikuti langkah kakinya yang sama sekali tidak
mengimbangi langkah-ku. Aku meminta ijin padanya untuk membeli minuman. Dia
menungguku di pintu gerbang, terlihat teman-temannya sedang menghampirinya dan
kini giliran Andi yang menggantikan Arya membekap Ridza.
Aku menghampiri
Arya, ia meminta minuman-ku, tentu saja dia tidak akan aku berikan, dia kan
masih sakit. Aku bertemu tatap dengan Andi, ia tersenyum padaku. Aku hanya bisa
diam, mengingat ada Arya dihadapanku. Aku menarik tangan Arya agar ia cepat
melangkahkan kakinya untuk pulang. Aku mulai merasakan ada hal yang buruk akan
terjadi nanti.
Sesampainya
dirumah, aku langsung mengecek handphone-ku, seperti biasa, mengecek
timeline-ku didunia maya. Aku memang biasa Online melalui handphone.
Smartphoneku ini cukup membantuku, tetapi sejak aku mengaktifkan Chat FB
melalui hp, banyak sekali Chat yang masuk menanyai nomor handphone-ku dan ingin
berkenalan denganku. Rata-rata mereka semua itu menggunakan bahasa planet dan
yang lebih parah, banyak yang berumur 20 tahun ke atas. Apa mungkin aku ini
idaman para pria dewasa? Bahkan aku tidak memasang foto vulgar di profilku.
Lupakan sajalah…
Pukul 4 sore,
awalnya aku berniat untuk belajar sore itu. Tetapi Tuhan berkata lain,
terdengar bunyi sms masuk. Tak mungkin jika ini Arya, aku sudah meminta ijin
padanya karena aku ingin belajar menjadi orang rajin hari ini. Aku sudah
menjanjikannya aku akan mengiriminya pesan setelah aku tidak merasa lelah nanti
malam. Tetapi, dering Sms barusan merupakan dering contact yang ada di private
box-ku, tidak lain dan tidak bukan dia adalah… Andi ! Dengan cepat aku membuka
private box dan mendapati nama Andi disana. Aku memang sengaja memasukkannya di
dalan private box, itu karena aku tidak ingin hal ini diketahui oleh Arya.
From
: Andi
Jutek amat sih
-,-
To : Andi
Hehe maaf, tadi
ada Arya tau -,-
Aku membahas
perlakuan ku tadi padanya, katanya ia sebal melihatku tidak membalas
senyumannya. Aku bilang padanya bahwa aku memang sering lepas kendali dan hanya
bisa kaget melihat perubahan sikap seseorang. Terlebih saat itu ada Arya
dihadapan kami. Dia menyindirku soal adegan ‘penyebrangan’ dengannya kemarin
malam. Ia memintaku untuk selalu tersenyum setiap bertemu dengannya, ia
mengancam tidak akan menyebrangiku lagi jika aku tidak melakukannya. Aku panik
tentu saja, karena 2 minggu sebelumnya aku memang selalu diantar jemput oleh
kakak keduaku. Kali ini ia tidak bisa menuruti permintaanku untuk menjemputku
sesuai perjanjian kami. Akhirnya aku menyetujui penawaran Andi, bukan hal yang
sulit menurutku. Cuma tersenyum padanya
‘saat bertemu’ kan?
From
: Andi
Tapi bukan
sengaja lu gak mau ketemu gue loh -,-
Sial, dia tahu pikiranku
Akhirnya aku
tidak jadi belajar sore itu. Andi tidak membalas Sms-ku selama lebih dari
sejam, itu tandanya pembicaraan ku dengannya sudah berhenti. Jam sudah
menunjukkan pukul 8 malam, waktunya untuk mengirim kabar pada Arya.
To : Arya
Haaiii J
From
: Arya
Hai juga J
Baru aja mau sms
-,-
To : Arya
Hahaha, berarti
kita jodoh, Yang J
Pembicaraan-ku
dengan Arya lagi-lagi dihentikan sejenak oleh sebuah sms, dari Andi. Dia
meminta maaf karena terlambat membalas Sms-ku. Akhirnya aku disibukkan dengan
membalas dua Sms dari dua orang yang menurutku, Waw. Arya masih dengan
larangannya mendekati Andi, dan Andi… melarangku untuk menceritakan hal ini
pada Arya. Aku sedikit bingung soal ini. Ia beralasan karena ia merasa tidak
enak dengan Arya, sahabatnya. Sekarang, ada dua pilihan di kepala-ku. Antara
ini adalah mimpi atau mereka berdua bersekongkol untuk mengetahui
sifat-sifatku. Mulai saat ini, aku bertekad untuk mengetahui lebih dalam apa
yang terjadi dengan mereka berdua.
Akupun tertidur
karena kelelahan.
***
From
: Andi
Jangan lupa
sarapan ya J
Huh, pagi-pagi
sekali dia mengejutkanku dengan Smsnya itu, aku tidak ingat kapan terakhir kali
Arya memberikanku ucapan seperti itu. Aku rasa tidak pernah. Hei, tapi itu seperti Sms yang dikirimkannya
pada Mei? Lebih baik aku tanya itu nanti padanya.
To : Andi
Okeee J
Lu juga ya
Seperti biasa,
hari ini aku jalani seperti hari-hari biasanya. Bedanya, kali ini aku harus
menjaga mulutku karena aku harus menyimpan rahasia ini sendiri, untuk sementara
waktu agar aku tidak mendapat masalah lebih berat. Siang ini aku juga ada
latihan dance dengan G.O.D, aku mendengarkan kembali cerita dari Mei, dan
berusaha mengaitkan hal apa yang sedang terjadi. Aku sedikit memancing
ceritanya. Aku meminta Mei untuk menanyakan kehadiran Andi di bimbel sore
nanti, alasan ini yang paling tepat karena aku memang tidak sedang membawa
handphone-ku. Mei akhirnya bertanya tentang kedekatanku, aku berkata bahwa ia
baik, tapi aku sedikit menyampaikan pesan padanya agar berhati-hati pada Andi
dengan berbagai perlakuan yang diberikan padanya. Ia juga meminta agar aku
menanyakan keseriusan Andi padanya. Pas ! Aku juga berencana menanyakan itu
sore nanti.
Akhirnya selama
2 jam aku latihan dengan perasaan yang campur aduk, antara senang dan gelisah,
aku ingin sekali menceritakan hal ini pada semua personil G.O.D, tapi nyatanya
aku hanya bisa menceritakan hal ini pada beberapa orang tertentu saja. Hal ini
dimulai dari Nissa dan Putri, aku memang tidak begitu dekat dengan Nissa tetapi
kami memang sering menceritakan sebuah cerita khusus satu sama lain. Yang ini
juga harus diketahuinya karena aku memang tidak biasa menyimpan rahasia
sendirian. Setelah aku mengingat-ingat, Wulan ternyata juga pernah aku
ceritakan tentang hal ini meskipun hanya sekilas dan nampaknya dia tak mengerti
maksudku.
Aku pulang
terburu-buru dan tidak bisa berkonsentrasi di perjalanan karena aku terus saja
memikirkan seberapa besar dosa yang aku dapatkan karena telah membohongi pacar
ku sendiri tentang ini. Jantung ku terasa semakin berdebar-debar, mengingat aku
masih mempunyai satu misi lagi.
***
Di Erlangga,
seperti biasa, aku hanya duduk terdiam dipojokkan didekat tembok pemisah antara
kubu cowok dan kubu cewek. Aku datang 15 menit sebelum bel masuk. Okta sudah
menunggu ku ditempat biasa, disebelah bangku ku. Tetapi seperti biasa pula, aku
selalu diabaikan karena dia selalu saja mengobrol dengan teman-teman
disebelahnya. Lagi-lagi aku harus mengisi waktuku dengan menggambar. Ternyata
Andi belum datang sampai bel masuk berbunyi. Aku mengirimkan sms padanya yang
menanyakan kehadirannya. Tidak dibalas, satu menit kemudian Andi datang dengan pakaian
seragam batik sekolah 179 yang ditutup
dengan jaket putihnya. Pasti habis main
game. Bangku sudah terisi semua di kubu cowok dan hanya tersisa satu bangku
dibelakangku. Dia melirikku dan benar ! Ia duduk tepat dibelakangku. Setengah
jam pelajaran berlalu dengan perasaanku yang semakin nggak enak karena
berkali-kali ia memainkan rambutku dari belakang, terkadang saat memanggilku,
ia menarik rambutku berulang-ulang lalu diam seakan-akan bukan ialah pelakunya.
Aku sangat terganggu dengan hal itu.
“Lu ngapain sih
ngeliat kebelakang mulu?” katanya saat aku membalikkan tubuhku menghadapnya.
“Lu-nya nggak bisa diem! Risih tau!” jawabku sekenanya. “Tuh, Ta. Temen lu,
suka kayanya dia sama gue” ujarnya kepada Okta yang saat itu juga sedang
memperhatikan kelakuan kami berdua. Aku sampai dimarahi oleh guruku saat
berkali-kali aku menghadap kebelakang memarahi Andi. “Hah?! Suka sama lo? Ih”
jawabku sambil berpura-pura tidak acuh terhadapnya. “Haha, udah deh ngaku aja,
gue nggak marah kok” jawabnya sambil sesekali menjahiliku. Aku tetap dengan
pendirianku, sabar.
Satu jam
berlalu, aku sudah tidak kuat lagi. Akhirnya saat guru lengah, ku memindahkan
bangku-ku ke sebelah bangku Andi, aku menjaga jarak dengannya sedemikian rupa.
Andi bertanya mengapa aku pindah disebelahnya dan Okta nampaknya kesal denganku
yang meninggalkannya. Berkali-kali Okta menyuruhku untuk kembali ke depan dan
berkali-kali pula aku menolaknya dengan alasan tidak betah diganggu Andi.
Pindah tempat ternyata bukan solusi yang tepat, Andi masih terus menggangguku
dengan membuyarkan fikiranku karena ia terus saja berbicara tanpa maksud. Lama
kelamaan aku kesal dengan kelakuannya dan akhirnya aku melemparkan tas nya ke
bangku ku sebelumnya. Menyuruhnya untuk pindah ke sebelah Okta. Tentu saja ia
menolak. Untung saja bel jam istirahat akan terdengar sebentar lagi.
It’s time to
break… begitulah kira-kira bel istirahat di tempat ini. yah, kepuasan terlihat
diwajahku. Dengan hanya membalasnya dengan senyuman licik, Andi berkata padaku
sebelum ia beranjak dari tempat duduknya, “Jangan pindah-pindahin tas gue !
Awas lo !” dengan nada mengancam yang lembut, seperti bukan mengancam. Apakah aku harus menurutinya? Tentu saja tidak
!
Kali ini aku
merasa seperti sedang diterror, aku tidak bisa menghindari Andi selama jam
pelajaran berlangsung. Dari mengoceh yang tidak jelas, meminjam pulpen
berulang-ulang, menanyakan tulisan dipapan tulis, bahkan berulang-kali ia hanya
memanggil namaku. Hah, aku tau ini memang hari yang buruk. Bagaimana dengan
besok? Pasti melelahkan…
***
Bagaimana perkembangan
hubunganku dengan Andi? Apakah aku akan bertahan dengan Arya? Lalu bagaimana
kisahku selanjutnya?
Tunggu di Cerpen Karena Dia dan Khayalku
Chapter 3
Thanks My Lovely Readers J
No comments:
Post a Comment