7.03.2014

Hurted by no one

Mungkin aku tau, kenyataan indah itu memang bukanlah milikku. Saat aku menyempatkan diri untuk menoleh atau mungkin sekedar menyapanya tetapi aku malah lebih memilih untuk hanya menatapnya. Ya, membiarkan sesuatu yang indah itu bergerak, melaju tanpa sedikitpun bisa ku nikmati. Benar-benar hanya menoleh. Aku tak pernah berniat untuk membiarkannya berlalu dengan santainya. Karena yang aku mengerti kenyataan indah tak hanya lewat begitu saja. Tak mudah untuk membuatnya nyata.
Aku disini tidak untuk menatap kegelapan yang sulit untuk sirna. Aku disini tidak untuk berdiam membiarkan semua berjalan apa adanya. Aku disini tidak untuk bertanya untuk apa dan siapa aku berada. Aku disini untuk setiap janji yang aku ucap untukku hidupkan. Aku disini untuk setiap harapan yang tak lagi hanya ku tiupkan.
Tetapi hal yang sama dengan mudahnya membuatku kecewa. Saat aku menduga kenyataan indah itu benar adanya, semuanya larut dengan sempurna. Gelagat tak bersalah diraut wajah semua orang yang ku tatap dengan penuh asa.
'Siapa kalian? Untuk apa kalian disini? Apakah hanya untuk meniupkan jauh setiap harapanku?' tidak, aku tidak menangis. Mereka bodoh, aku tidak pernah mengalirkan tetesan air murni itu dengan ceroboh. Hanya untuk hal bodoh seperti ini. Lihat, apa yang terjadi? Mereka hanya diam. Mereka bahkan tak menggulirkan sepatah katapun.
'Apa aku benar? Kalian yang menungguku untuk mematikan segala harapku? Atau aku yang ternyata terlalu bodoh, memimpikan sesuatu yang tak nyata..' ya, kini aku terlihat sangat konyol. Dengan alasan apa aku bisa berkata begitu? Bahkan mereka pun hanya diam !
'Argh ! Apakah kalian tidak bisa sedikit saja membalas ucapanku? Apakah kalian hanya bisa menatapku dengan tatapan hina seperti itu? Tidak ! Aku sama sekali tidak mengharapkan belas kasih kalian !' aku kini terguncang. Kalimatku bahkan bisa membuatku tertegun. Untuk apa aku berteriak saat berbisik pun mereka bisa mendengarnya? Karena kesunyian ini membuatku menjadi satu satunya orang yang menimbulkan suara. Ya.. Suara kecemasan, amat parau yang bahkan bisa ku katakan sebagai suara kegelapan. Membuat takut setiap jiwa yang mendengar. Karena apa? Suara itu begitu pahit, pilu, sedih.. dan sunyi.
Aku terguncang. Hati kecil itu menangis tanpa diminta. Lalu, bagaimana cara ku untuk menenangkannya kalau untuk menikmati nafas sendu saja aku payah.
Dan akupun membiarkan si kecil itu menangis sembari mendengungkan kalimat menyayat, bahkan untuk si kecil itu sendiri.
'Aku tak mengerti, kenapa kau kini membohongi dirimu sendiri.. Kau yang membiarkan dirimu menghabiskan waktunya sendiri. Bahkan kini, kau tak benar benar membuat dirimu diperhatikan oleh jiwa yang kau sebutkan. Aku tak bisa lagi menenangkanmu. Aku menangis bukan karena aku tak kuat. Ya, aku sangat kuat, bahkan bila disandingkan dengan dinding batu sekalipun. Tetapi batu akan hancur bila dialirkan sebutir air terus menerus. Aku tak tahu lagi bagaimana cara untuk menyadarkanmu kembali ke dunia nyata. Dunia yang selalu kau impikan. Untuk itu, aku akan menyampaikan sesuatu.. Maaf, maaf karena aku yang terlalu bodoh untuk membiarkanmu menahan emosi yang kau cipta. Maaf karena aku mengira semua akan baik baik saja' dan si kecil kembali meneteskan apa yang tak mau ku keluarkan.
Ia benar. Aku memang tak benar ada didunia nyata. Yang membuatku tak pernah menemukan kenyataan indah milik semua orang.
Aku memang benar telah sakit.. Sakit karena ulahku sendiri.

No comments:

Post a Comment