Hai.
Ini aku, Bulan, yang datang padamu hanya untuk berkata bahwa aku masih baik-baik saja. Malam ini begitu cerah ya? Awan yang berjajar dilangit tak mampu menutupi kilau bintang yang berpendar. Ya, sangat indah bertengger di atmosphere yang begitu menakjubkan. Malam yang sebelumnya riuh dengan sorak sorai kegembiraan. Menggambarkan suasana senang sang peserta alam. Ribuan orang yang masih tak lelah meneriakkan kalimat penyemangat.
Namun, tidak untukku,
aku memang cukup senang berada ditengah orang - orang yang menyayangiku, yang mengajarkanku untuk mengerti arti memiliki. Yang membuatku tahu bahwa semua orang memang tak saling membutuhkan, karena memiliki akan selalu lebih dari apapun. Tetapi, sorot lampu yang kini begitu menyilaukan-lah yang telah menjadi saksi, tetesan air yang tak sengaja mengalir karena kebodohan yang memang sengaja terurai.
Bodoh, kenapa alam mengijinkanku untuk mengatakan yang bukan sebenarnya? Mengapa langit memaksaku untuk tersenyum kala hati menolak bahagia? Bagaimana bisa... Aku yang membutuhkan seseorang yang kini telah hilang karena ulah-ku sendiri? Bodoh.
Aku tak mengerti bagaimana sebuah perasaan mampu mengoyakku begitu dalam. Menghancurkan setiap keping yang ku pertahankan untuk bersatu. Padahal, aku kira, aku tak akan bertindak seperti ini lagi. Membanding-bandingkan, memaksakan ia yang terlampau tulus dengan seseorang yang telah pergi menepikan jiwa yang terus menyendiri.
Sungguh, kalau saja sore itu aku tidak menyepelekan sebuah kalimat penyesalan darinya. Kalau saja aku mendengarkan setiap keluhnya. Melihat segala hal yang ia lihat dari-ku. Aku pasti tak akan mengelak dari perasaanku sendiri. Perasaan yang berusaha ku sembunyikan karena aku yang tak juga percaya.
Langit, aku yang mengangis kini. Melihat kedatangannya yang tak ingin ku temui. Aku telah melupakannya. Namun tidak untuk gejolak hatiku. Terlihat begitu menyakitkan saat kebodohanku membuatnya tak lagi bersamaku. Membuatnya melantunkan kalimat gembira yang pahit saat itu.
Ya, sesak yang amat sangat ketika melihatnya tersenyum karena ulah-ku. Tindakan bodoh yang membuatnya tersenyum pahit ke arahku.
Maaf, maaf karena aku yang bodoh telah menipumu. Aku tak mungkin bisa menutupi perasaanku. Aku tahu, kau merasakannya, bukan? Aku juga tahu, kau begitu kecewa sampai kau menolak untuk berbicara. Kau yang terdiam karena perkataanku. Kata yang tak pernah benar benar nyata ku ungkapkan karena aku sendiri tak mengerti kenapa aku bisa begitu mudah mengatakannya.
Aku percaya padamu, sungguh kalau saja mudah untukku berbicara. Mungkin kata sayang hanya bisa mewakilkan sedikit perasaanku. Maaf kan aku...
Aku dan segala kebodohanku.
No comments:
Post a Comment