Maaf, terlalu egois memang kalau aku terus saja menghamburkan waktu hanya untuk menyenangkan diriku sendiri. Menghabiskannya karena memang aku tak punya alasan lain untuk mengisi
kekosongan itu. Aku yang pernah berteriak bahwa aku tak lagi membutuhkanmu. Menjeritkan sebuah kalimat yang bahkan tak tau darimana suara itu terucap. Dari kemalangan hati? Atau kemunafikkan mimpi? Aku terlalu banyak bermimpi, aku terlalu lama mendayuh dayung yang mudah patah karena emosi ku saat aku tak lekas sampai ditepi pantai pujaan. Aku terlalu payah untuk kembali mengharapkan sebuah angan tak terwujud. Yang ku kira dulu dapat ku gapai dengan mudahnya.
Ribuan kata pembuka sudah aku lantunkan, tak kunjung membuatku mudah mengatakan apa yang kurasakan.
Aku membencimu.
Ya, aku benci saat kau menatapku, tatapan yang selalu ada namun tak bisa sedetikpun ku miliki. Tatapan yang sebenarnya bisa aku rasakan karena kau tulus saat kau melihatku. Namun ego memang selalu berhasil mengalahkanku. Aku tak bisa merasakan semua itu.. Aku.. Bahkan ingin membunuhmu.
Mengapa kau begitu baik? Bahkan dimata semua orang kau terlihat begitu sempurna.
Tetapi, apa yang aku rasa salah?
Aku selalu beranggapan tatapanmu hanyalah tulus untukku, senyumanmu sangat sejati terukir di wajahmu yang hanya dapat aku mengerti.
Sebuah paragraf yang terbantahkan. Aku selalu menganggap dirimulah yang tak pernah menyanjungku. Tetapi sore itu... Apa yang kau katakan, itu benar?
Bahwa aku yang memang tak sedikitpun menoleh padamu. Membalas setiap kata itu dengan ungkapan tulus. Aku hanya mempermainkanmu. Aku tak benar benar peduli padamu.
Sesungguhnya, aku takut. Saat semua yang lalu itu kembali terulang. Aku yang begitu berharap, akan dengan mudah meredup, ketika kau merasakan apa yang sebenarnya aku rasa.
Bahwa aku takut kehilanganmu, dan kau tak ingin aku begitu... Begitu memilihmu karena kau yang tak mampu...
No comments:
Post a Comment