3.29.2014

Manis

Sepi ku dengar kicauan pagi yang terus menggema memanggil namaku untuk turut bersorak. Melukiskan indahnya pagi yang selalu tak sanggup untuk ku uraikan. Yang selalu ku junjung tinggi se elok hangatnya mentari. Tetapi kini, sepi yang benar - benar sepi, mampu kacaukan pikiran demi pikiran yang bertengger dibenakku. Menampikkan suasana ceria yang seolah selalu berhasil bersanding dengan jiwa-ku. Aku kira ini adalah hal biasa, tetapi perasaan yang kini me
ncemoohku, menjadi hal yang tak kan mungkin biasa. Rasa itu, rasa dimana sakit yang menghukumku, seakan pergi dan tak pernah berniat untuk menyapaku kembali. Rasa yang juga mendorong diri ini untuk terus menjauhi kenyataan, meringkuk dalam alam kemunafikkan.
Aku benci rasa itu, rasa yang membuatku selalu merasa bersalah, merasa aku adalah sosok bodoh yang tak pantas menghakimi dunia, meminta dunia untuk tunduk dan takluk oleh pesona jahatku. Pesona yang selalu aku kubur jauh dan dalam.
Aku melangkah semakin perlahan, menikmati setiap langkah yang kubuat dengan senyuman. Setiap detik yang berisi penyesalan. Ya, senyuman penuh penyesalan. Melewati masa-masa penuh pengorbanan dengan satu tujuan tak tentu. Tujuan yang tak pantas dituju, tujuan yang tak seharusnya dituruti.
Aku bahkan tak mengerti, mengapa semua masa diciptakan terlalu manis? Tetapi.. Manis yang keterlaluan justru akan membuatnya terasa pahit. Apa aku benar? Didalam benakku, manis itu berlalu begitu sempurna. Hanya dengan dibayangkan pun, semua orang bisa. Tapi untuk dirasakan, hanya yang bejiwa tangguh yang dapat menafsirkannya. Tentunya, bukan aku. Aku begitu rapuh, marah, teringkuk dalam suasana menyedihkan ketika baru saja aku merasakan manis yang disuguhkan semua orang, seketika larut dalam kebenaran.
Haha, bodoh, aku yang baru saja berusaha bangkit dari masa lalu, terjebak dalam situasi manis yang menyengat. Ya, sejenak berhasil membuatku melupakan dan menggantikan masa lalu itu, menjadi sebuah lembaran nyata yang baru. Aku pikir pertemanan tak bisa tumbuh tua untuk bersama, namun ketika aku mulai mengenalnya, aku kira itulah pertemanan. Cantik untuk dilihat dan dirasakan. Karena seorang sahabat tak akan membuatnya indah hanya karena kecocokan tapi karena kenyamanan. Nyaman yang membuat sahabat terus merasakan hadirnya meskipun ia tak bisa mengetahui dimana ia sebenarnya. Nyaman, ketika mereka berusaha mengatasi perbedaan bersama atau bahkan membuat perbedaan yang manis.
Harapan, bodoh. Itulah yg dinamakan kehidupan. Kau terlalu mengenalku. Membuatku merasakan dunia seperti tak adil. Jahat. Sesosok jahat yang menipu. Aku percaya tak ada satupun orang yang ingin menjadi sahabatku adalah seorang pengecut. Tapi kau, entahlah, kau yang membuatku percaya, dan sekarang kau juga yang menyerah dan membuatku memaki diri sendiri. Karena kau lihat? Bagaimana bisa aku membencimu, kalau yang ku hadapi ternyata bukanlah sosok nyata? Apa aku harus terjebak dalam permainan manis yang sama? Bahkan terasa lebih manis hingga sesaat pahit itu hadir? Atau bahkan pahit yang akan menggantikan segalanya? Terlambat. Untuk apa meminta maaf kalau aku tak tau apa yang harus dimaafkan, kalau aku tak mengerti siapa dan apa yang salah?
But, if its a game, i'll show you how to play.
Aku tak percaya kau ternyata bukanlah sosok yang memberikan semangat dengan tulus. Memanfaatkan? Entah. Aku bahkan tak tau bagaimana bisa kau mengetahuiku dengan se rapih itu. Apa kau senang atau bahkan bahagia menguntitku? Memberikan segala informasi tentangku pada orang yang membutuhkanmu?
Aku senang dengan perkenalan ini. Sungguh manis.. Aku bahkan menikmatinya, kau juga merasakannya bukan? Apa kau puas? Bodoh.
Kau pikir aku akan melepasmu begitu saja? Kau telah mengorbankan orang yang tidak bersalah. Dalam jebakanku. Kau bisa memperbaikinya, kalau kau sudah cukup berani untuk mengatakan yang sebenarnya. Atau, permainanku tak akan pernah usai.
Wanna ask how to play it with me? Or you can be the next part of the game.
You're smart. Little boy.
Yep, people say i'm not strong enough. But, its what people think about my job out of mine, not what the real i am.
So, you can say it honestly, or yeah..
YOU'LL BE THE NEXT.

No comments:

Post a Comment