1.03.2014

Karena Dia dan Khayalku (3)

cuapiggy


Kelam, langit begitu gelap saat aku mencoba mencari celah untuk menatap sang mentari. Lelah menghampiriku juga setelah sekian lama aku berlari tanpa arah dan tujuan pasti. Duka yang buat ku buta tak juga meninggalkan hati yang kini semakin sepi. Heran, kenapa dunia lebih banyak menghadirkan luka disbanding asa? Entah yang kata orang bahwa Tuhan itu adil, aku yang tidak menghiraukan atau memang inilah keadilan? Semua itu cuma rahasi, katanya.
Aku melihat tanggalan di kalender handphone ku. Boleh kalian tahu, handphone ku kini adalah pemberian dari kakak pertamaku, hp Samsung Galaxy Fit ku ini memang yang terbaik untukku. Lihat saja, banyak sekali kenangan yang sengaja aku tulis di handphone ku itu. Mulai dari saat aku pertama kali mengobrol dekat dengan Arya, yang bahkan kami adalah sahabat dulunya, tetapi kami tidak pernah mengobrol secara langsung dengan akrab sebelumnya. Kalau kalian mau tau, bisa dibilang kami hanya 1 hari merasakan masa-masa pendekatan yaitu pada tanggal 24 Maret 2011, tepat 8 bulan yang lalu. Saat itu sedang diadakan acara Ulang Tahun sekolah kami. Semua ramai memakai baju batik milik masing-masing. Arya merupakan salah satu anak OSIS dan waktu itu aku menyamar
menggunakan seragam OSIS.
Hal itu, tak lain dan tak bukan adalah hanya untuk berusaha dekat dengannya, tetapi perasaanku saat itu hanya sebagai adik baginya. Dan ternyata tidak satupun dari guru-guru terdekatku yang menyadarinya. Mungkin saat itu aku memang tidak sedang menyukai siapapun, jadi mudah bagiku untuk sekedar bertingkah gila tanpa peduli dengan orang yang aku sukai. Tapi apa benar saat itu aku tidak menyukai Arya?? I don’t know.. Jika aku menceritakan kisah-kisah ku dulu dengannya, wajahku akan terlihat bersemu merah sekarang.

Sekitar seminggu sebelumnya, aku bertengkar dengan Kakak lelakiku. Ternyata dia tau password smsku dengan Arya. Dan mungkin ia telah membacanya ketika aku tidur. Dia terlalu sering untuk mendengar berbagai keluhanku tentang Arya, dan berkali-kali ia memergokiku saat aku sedang menangis karenanya. Tetapi, aku tidak mengerti maksud kakakku saat ia menyuruhku untuk memutuskan Arya secepatnya. Aku tahu jika kakakku adalah seorang teman yang baik, tetapi aku lupa bahwa ia juga merupakan musuh yang licik. Aku takut jika Arya akan diterror oleh kakakku sendiri.
Akhirnya, kemarin malam aku mengucapkan kalimat yang paling aku benci seumur hidupku. Aku tidak pernah mampu untuk membahas masalah ini, tetapi ini demi aku dan Arya. Aku berdebat dengannya malam itu, dan akhirnya aku bulatkan tekad untuk meminta ia memutuskan hubungan kami. Sungguh aku sangat menyayanginya. Terlebih, 6  hari lagi adalah Monthsarry kita yang ke 8. Apa boleh buat? Aku menangis saat Arya sungguh-sungguh mempertahankan hubungan ini. Aku pikir, malam ini adalah malam terakhir untukku menangis karenanya. Aku telah banyak berbohong, tetapi kali ini aku tidak ingin jujur dengannya. Aku tidak bilang padanya kalau ini adalah soal kakak keduaku. Aku ingin agar dia membenciku secepatnya dan aku bisa ikut melupakannya. Arya menyerah untuk melawan kata-kataku. Dan aku sedikit merasa lega. Aku sangat merasa bodoh karena aku mengalahkan perasaanku sendiri. Harusnya aku melawan perkataan kakakku, tetapi ini semua sudah terlambat bagiku. Arya tidak mungkin kembali lagi padaku.
Hari ini, adalah hari bebas. Hari ini adalah hari peresmian panggung sekolah kami. Tak ada sedikitpun aku menampakkan wajah sedih. Malah aku sangat senang memikirkan kejadian tadi malam. Dan tebak? Aku bilang pada teman-teman terdekatku bahwa kemarin aku telah putus dengannya. Dan mereka terlihat sangat terkejut. Tetapi hanya ku sambut dengan wajah ceria melebihi hari-hari sebelumnya. Aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi padaku. Aku tak menyangka bahwa setengah jam setelah aku mengatakannya pada teman-temanku, seluruh isi sekolah telah mengetahui bahwa aku sudah memutuskan hubunganku dengan Arya. Aku sudah mengetahui bahwa ada beberapa pihak yang senang dengan keputusanku ini.
Pagi yang indah setelah istirahat bagiku. Ditemani dengan lagu-lagu yang dibawakan dengan teman-teman se-angkatanku. Yang aku rasa lagu-lagu itu setengah meledekku. Sudah kuduga Arya akan mendekatiku pagi ini. Benar, dia menanyakan tentang keyakinanku dengan keputusanku semalam. Dia mengejarku kemanapun aku pergi saat itu. Di satu sisi aku senang, tetapi disisi lain, aku merasa sebagai orang yang paling bodoh karena telah membuatnya begini. Aku berdiri dihadapannya. Dia terus merayuku untuk membuatku kembali padanya. Orang-orang disekitarku mungkin berfikir kami-lah yang paling romantis saat itu, karena saat itu aku merasa kami menjadi pusat perhatian. Dengan gerakan cepat, Arya meraih tanganku, mencoba menatap mataku. Aku hanya bisa menghindar dari tatapan itu. Dan aku melepaskan genggaman tangannya dan mencoba menjauh darinya. “Vanya, aku sayang sama kamu, kamu masih sayang kan sama aku?” begitu perkataannya. Ingin sekali aku membunuh orang yang ada didepanku saat ini, mataku tak kuat menatap tatapan teduh orang yang aku sukai ini. Aku sangat ingin menangis dihadapannya, dan berkata jujur tentang apa yang ku alami saat ini. namun ku rasa mulutku tak bisa bekerja sama dengan perasaan ku sekalipun aku berada di keadaan yang seperti ini.

***

Aku tidak menyangka aku akan merindukan Arya sampai seperti ini, seperti sedang dilanda karma. Meskipun begitu, bukankah ini resikonya? Aku menuruti permintaan kakak ku dan aku sendiri yang menyesal karenanya. Pagi yang cerah tetapi tak secerah suasana hatiku saat ini. Memang semenjak aku putus 5 hari yang lalu, aku dan Arya tidak berkomunikasi sama sekali. Kami hanya berkomunikasi lewat penghantar kami, sahabat kami masing-masing.
Melangkah lebih gontai dari biasanya membuatku lapar, aku memutuskan untuk membeli makanan ke kantin. Aku bertemu dengan salah satu temanku yang sekelas dengan Arya, yaitu Stevent, tiba-tiba saja ia menyuruhku untuk berhati-hati pada Andi. Katanya ia masih akan mengganggu hubungan kami berdua, kata ‘kami’ disini berarti aku dan Arya bukan? Tetapi bukankah aku dan Arya sudah putus? Lantas, apa maksudnya Stevent berkata seperti itu padaku? Ah, sudahlah, ini tidak terlalu penting untukku. Setidaknya aku berpapasan dengan Arya tadi, aku tahu dia pasti agak kesal padaku karena tadi malam aku memutuskan untuk meminta Arya menjauhi ku.
Sangat jelas apa yang tergambar pada wajahnya siang ini, bahkan aku bisa menebaknya tanpa diberi tahu oleh teman-temannya yang juga teman ku, seperti saat ini. Aku dikerubungi seperti hari-hari sebelumnya, sebagian anak yang baru tahu mengenai keputusanku mengucapkan selamat padaku, dan sebagian lagi mengatakan aku terlalu bodoh karena sudah mencampakkannya tanpa alasan yang jelas. Kalian pikir aku tidak merasakan sakitnya? Kalau tidak terpaksa juga tidak akan seperti ini.

***

Melupakan yang sudah-sudah membuatku sedikit lebih tenang sekarang. Tentu saja tidak tenang seutuhnya. Kalian tahu kenapa?
Alarm ku berbunyi 8x ! Bayangkan saja betapa malasnya aku bangun di Rabu pagi ini. Aku menyerah untuk mematikan alarm sialan itu. Aku bangun dan mengecek layar handphone ku. Terlihat icon sms masuk di layar. Siapa sih yang kurang kerjaan sms pagi-pagi begini?

From : Arya
Happy Failed Anniv J
*bla bla*

*Brukk*

***

Air mata yang jatuh bahkan tidak mampu menggantikan kepergian cinta, tetapi mengapa cinta mampu menggantikan kepergian air mata? Teori yang sulit bahkan untuk di rasakan sekalipun.
Aku sudah menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya dan alasan aku memutuskan Arya pada kedua sahabatku, Nissa dan Tari. Aku memang sengaja meminta bantuan mereka untuk menceritakannya pada Arya, karena aku tahu Arya sangat marah padaku karena bukan dia yang pertama mengetahui ini dariku. Aku pasrah dengan apapun keputusannya tentangku. Tetapi aku berharap sangat banyak kini, untukku dapat kembali bersamanya. Cinta monyet? Ini bahkan melebihinya untuk cinta seusiaku. Dia itu sahabat pertamaku, teman baikku, Kakak yang paling aku sayang, dan yang terakhir dialah Cinta Sejatiku.

Aku memikirkan banyak hal hari ini, bahkan aku melupakan jadwal makan rutinku yang sehari-hari tidak pernah aku lupakan. Tentu saja, namanya saja ‘rutin’. Aku membayangkan dua kemungkinan yang akan terjadi padaku hari ini. Arya memaafkanku atau Arya akan semakin menjauhiku. Berputar dan terus berputar di kepalaku. Jelas di dalam kasus ini, akulah yang paling bersalah. Aku mengingat kembali apa saja yang pernah aku katakan pada teman-temanku mengenai kejadian ini. Oiya, aku ingat satu kejadian dimana aku dan Arya berada didalam pertengkaran yang paling parah yang membuat aku sempat berfikir untuk menyendiri saja.
Malam itu aku ber-sms ria dengan sahabatku, yang juga adalah sahabat dekat Arya. Aku menceritakan segala hal yang aku ingat tentang kejadian itu. Aku bahkan beberapa kali menahan nafas agar suara tangisku tidak terdengar sampai membangunkan anggota keluargaku. Tepat, sudah larut malam. Terpaksa aku menceritakan semuanya karena setelah 2 minggu aku lost contact dengan Arya, aku begitu menginginkannya sekarang. Aku meminta Tari untuk menceritakan hal ini pada Arya, karena aku sendiri tidak mampu berkata jujur padanya. Apalagi untuk menatap matanya, itu terlalu sulit dan sakit.
Sesuai dugaan ku sebelumnya, siang ini akan menjadi siang yang paling berat. Aku pulang bersama Ariani, aku banyak mengobrol dengannya tentang Arya. Berkali-kali pula aku menahan tangis karena yang ku tahu, angkutan umum yang saat ini aku naiki kacanya tembus pandang dari luar.
“Van, liat ke belakang” ujar Ariani. “Ada apa?” tanyaku. “Udah liat buruan!” Ariani membentakku dan mengarahkan wajahku ke arah kaca belakang. “Hah?!” aku terkejut dan membalikkan tubuhku kearah yang berlawanan dengan kaca belakang. Berusaha menggunakan kode-kode pada Ariani agar ia tidak melihat kearah belakang. Karena disana ada… Arya !!! Oh My God… sedang apa ia disana? Mengendarai motor tepat di belakang kami. Parahnya, kini mobil berhenti karena keadaan lalu lintas yang macet. Arya berusaha memanggilku dari belakang. Ariani merayuku dan membuatku menengok kebelakang sekali lagi walaupun kini pipiku sedang panas karena mataku yang sedang menahan tangis. Arya memaksaku untuk turun dan akhirnya aku turun berbarengan dengan Ariani. Arya sudah stand by di motornya seolah aku memang akan pulang bersamanya. Tetapi benar. Aku memang menaiki motor itu karena tatapan Arya yang sudah tak mampu lagi aku menolaknya.
Sekujur tubuhku dingin dan kami berdua sama sekali tidak mengucapkan satu patah kata pun sampai kami berdua tenang. Arya bertanya tentang kebenaran cerita itu, dan ia tidak akan membawaku pulang sampai aku berkata jujur. Aku hanya menjawab seadanya saat kami hampir sampai ke rumahku. “Anter aku sampai tempat les ya” ujarku tiba-tiba. Ia mengerti dan melanjutkan perjalanan. Aku pun mengungkapkan seluruh isi hatiku padanya. Perasaan rindu, benci, kesal, semua yang aku rasa saat ini. Aku hampir menangis saat sampai di tempat pemberhentianku. “Jangan nangis gitu lah” ujar Arya saat aku turun dari motornya, ia memegang tanganku dan menghapus air mataku yang hampir jatuh saat itu. Maafin aku ya, aku ngga bener-bener niat kasar sama kamu tadi. Kata ‘aku-kamu’ seperti yang di ucapkannya tadi membuatku merasa tenang meskipun saat aku mendengar deru motornya yang pergi setelah menunggu ku masuk tadi itu membuatku menangis sekarang. Aku menghapus air mataku saat membuka pintu kelasku. Tepat saat aku masuk, aku berpapasan dengan Andi yang kini menjauhiku dengan alasan ia sudah membenciku setelah ia berfikir aku telah menyakitinya. Lebih tepatnya ia meminta maaf padaku dan ia mengaku bahwa ia telah berusaha mndekatiku dan menjauhkanku dari Arya. Bagai malaikat kecil, aku melihatnya menahan emosi ditiap pelupuk matanya. Banyak hal bodoh yang telah aku buat yang kini sama sekali tidak membuatku senang.
Andai saja aku bisa berontak, mungkin hal ini tak perlu aku alami bahkan sampai keadaannya menjadi semakin buruk. 
***

STOP ! gue bingung kenapa disini alurnya kok complicated banget ya..... yaudahlahyaaa jangan kaget kalo alurnya bakal berubah-ubah, sesuai sama kejadian soalnya. Tunggu chapter 4 nya yaaaa ! bakal ada yang wow :)




No comments:

Post a Comment