Kelam, langit begitu gelap saat aku mencoba mencari
celah untuk menatap sang mentari. Lelah menghampiriku juga setelah sekian lama
aku berlari tanpa arah dan tujuan pasti. Duka yang buat ku buta tak juga
meninggalkan hati yang kini semakin sepi. Heran, kenapa dunia lebih banyak
menghadirkan luka disbanding asa? Entah yang kata orang bahwa Tuhan itu adil,
aku yang tidak menghiraukan atau memang inilah keadilan? Semua itu cuma rahasi,
katanya.
Aku melihat
tanggalan di kalender handphone ku. Boleh kalian tahu, handphone ku kini adalah
pemberian dari kakak pertamaku, hp Samsung Galaxy Fit ku ini memang yang
terbaik untukku. Lihat saja, banyak sekali kenangan yang sengaja aku tulis di
handphone ku itu. Mulai dari saat aku pertama kali mengobrol dekat dengan Arya,
yang bahkan kami adalah sahabat dulunya, tetapi kami tidak pernah mengobrol
secara langsung dengan akrab sebelumnya. Kalau kalian mau tau, bisa dibilang
kami hanya 1 hari merasakan masa-masa pendekatan yaitu pada tanggal 24 Maret
2011, tepat 8 bulan yang lalu. Saat itu sedang diadakan acara Ulang Tahun
sekolah kami. Semua ramai memakai baju batik milik masing-masing. Arya
merupakan salah satu anak OSIS dan waktu itu aku menyamar
menggunakan seragam OSIS.
Hal itu, tak lain dan tak bukan adalah hanya untuk berusaha dekat
dengannya, tetapi perasaanku saat itu hanya sebagai adik baginya. Dan ternyata
tidak satupun dari guru-guru terdekatku yang menyadarinya. Mungkin saat itu aku
memang tidak sedang menyukai siapapun, jadi mudah bagiku untuk sekedar
bertingkah gila tanpa peduli dengan orang yang aku sukai. Tapi apa benar saat
itu aku tidak menyukai Arya?? I don’t know.. Jika aku menceritakan kisah-kisah
ku dulu dengannya, wajahku akan terlihat bersemu merah sekarang.menggunakan seragam OSIS.
Sekitar seminggu
sebelumnya, aku bertengkar dengan Kakak lelakiku. Ternyata dia tau password
smsku dengan Arya. Dan mungkin ia telah membacanya ketika aku tidur. Dia
terlalu sering untuk mendengar berbagai keluhanku tentang Arya, dan
berkali-kali ia memergokiku saat aku sedang menangis karenanya. Tetapi, aku
tidak mengerti maksud kakakku saat ia menyuruhku untuk memutuskan Arya
secepatnya. Aku tahu jika kakakku adalah seorang teman yang baik, tetapi aku
lupa bahwa ia juga merupakan musuh yang licik. Aku takut jika Arya akan
diterror oleh kakakku sendiri.
Akhirnya,
kemarin malam aku mengucapkan kalimat yang paling aku benci seumur hidupku. Aku
tidak pernah mampu untuk membahas masalah ini, tetapi ini demi aku dan Arya.
Aku berdebat dengannya malam itu, dan akhirnya aku bulatkan tekad untuk meminta
ia memutuskan hubungan kami. Sungguh aku sangat menyayanginya. Terlebih, 6 hari lagi adalah Monthsarry kita yang ke 8.
Apa boleh buat? Aku menangis saat Arya sungguh-sungguh mempertahankan hubungan
ini. Aku pikir, malam ini adalah malam terakhir untukku menangis karenanya. Aku
telah banyak berbohong, tetapi kali ini aku tidak ingin jujur dengannya. Aku
tidak bilang padanya kalau ini adalah soal kakak keduaku. Aku ingin agar dia
membenciku secepatnya dan aku bisa ikut melupakannya. Arya menyerah untuk
melawan kata-kataku. Dan aku sedikit merasa lega. Aku sangat merasa bodoh
karena aku mengalahkan perasaanku sendiri. Harusnya aku melawan perkataan
kakakku, tetapi ini semua sudah terlambat bagiku. Arya tidak mungkin kembali
lagi padaku.
Hari ini, adalah
hari bebas. Hari ini adalah hari peresmian panggung sekolah kami. Tak ada
sedikitpun aku menampakkan wajah sedih. Malah aku sangat senang memikirkan
kejadian tadi malam. Dan tebak? Aku bilang pada teman-teman terdekatku bahwa
kemarin aku telah putus dengannya. Dan mereka terlihat sangat terkejut. Tetapi
hanya ku sambut dengan wajah ceria melebihi hari-hari sebelumnya. Aku bahkan
tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi padaku. Aku tak menyangka bahwa
setengah jam setelah aku mengatakannya pada teman-temanku, seluruh isi sekolah
telah mengetahui bahwa aku sudah memutuskan hubunganku dengan Arya. Aku sudah
mengetahui bahwa ada beberapa pihak yang senang dengan keputusanku ini.
Pagi yang indah
setelah istirahat bagiku. Ditemani dengan lagu-lagu yang dibawakan dengan
teman-teman se-angkatanku. Yang aku rasa lagu-lagu itu setengah meledekku.
Sudah kuduga Arya akan mendekatiku pagi ini. Benar, dia menanyakan tentang
keyakinanku dengan keputusanku semalam. Dia mengejarku kemanapun aku pergi saat
itu. Di satu sisi aku senang, tetapi disisi lain, aku merasa sebagai orang yang
paling bodoh karena telah membuatnya begini. Aku berdiri dihadapannya. Dia
terus merayuku untuk membuatku kembali padanya. Orang-orang disekitarku mungkin
berfikir kami-lah yang paling romantis saat itu, karena saat itu aku merasa
kami menjadi pusat perhatian. Dengan gerakan cepat, Arya meraih tanganku,
mencoba menatap mataku. Aku hanya bisa menghindar dari tatapan itu. Dan aku
melepaskan genggaman tangannya dan mencoba menjauh darinya. “Vanya, aku sayang
sama kamu, kamu masih sayang kan sama aku?” begitu perkataannya. Ingin sekali
aku membunuh orang yang ada didepanku saat ini, mataku tak kuat menatap tatapan
teduh orang yang aku sukai ini. Aku sangat ingin menangis dihadapannya, dan
berkata jujur tentang apa yang ku alami saat ini. namun ku rasa mulutku tak
bisa bekerja sama dengan perasaan ku sekalipun aku berada di keadaan yang
seperti ini.
***
Aku tidak
menyangka aku akan merindukan Arya sampai seperti ini, seperti sedang dilanda
karma. Meskipun begitu, bukankah ini resikonya? Aku menuruti permintaan kakak
ku dan aku sendiri yang menyesal karenanya. Pagi yang cerah tetapi tak secerah
suasana hatiku saat ini. Memang semenjak aku putus 5 hari yang lalu, aku dan
Arya tidak berkomunikasi sama sekali. Kami hanya berkomunikasi lewat penghantar
kami, sahabat kami masing-masing.
Melangkah lebih
gontai dari biasanya membuatku lapar, aku memutuskan untuk membeli makanan ke
kantin. Aku bertemu dengan salah satu temanku yang sekelas dengan Arya, yaitu
Stevent, tiba-tiba saja ia menyuruhku untuk berhati-hati pada Andi. Katanya ia masih
akan mengganggu hubungan kami berdua, kata
‘kami’ disini berarti aku dan Arya bukan? Tetapi bukankah aku dan Arya sudah putus?
Lantas, apa maksudnya Stevent berkata seperti itu padaku? Ah, sudahlah, ini
tidak terlalu penting untukku. Setidaknya aku berpapasan dengan Arya tadi,
aku tahu dia pasti agak kesal padaku karena tadi malam aku memutuskan untuk
meminta Arya menjauhi ku.
Sangat jelas apa
yang tergambar pada wajahnya siang ini, bahkan aku bisa menebaknya tanpa diberi
tahu oleh teman-temannya yang juga teman ku, seperti saat ini. Aku dikerubungi
seperti hari-hari sebelumnya, sebagian anak yang baru tahu mengenai keputusanku
mengucapkan selamat padaku, dan sebagian lagi mengatakan aku terlalu bodoh
karena sudah mencampakkannya tanpa alasan yang jelas. Kalian pikir aku tidak merasakan sakitnya? Kalau tidak terpaksa juga
tidak akan seperti ini.
***
Melupakan yang
sudah-sudah membuatku sedikit lebih tenang sekarang. Tentu saja tidak tenang
seutuhnya. Kalian tahu kenapa?
Alarm ku
berbunyi 8x ! Bayangkan saja betapa malasnya aku bangun di Rabu pagi ini. Aku
menyerah untuk mematikan alarm sialan itu. Aku bangun dan mengecek layar
handphone ku. Terlihat icon sms masuk di layar. Siapa sih yang kurang kerjaan sms pagi-pagi begini?
From : Arya
Happy Failed
Anniv J
*bla bla*
*Brukk*
***
Air mata yang jatuh bahkan tidak mampu menggantikan
kepergian cinta, tetapi mengapa cinta mampu menggantikan kepergian air mata?
Teori yang sulit bahkan untuk di rasakan sekalipun.
Aku sudah menjelaskan apa yang terjadi
sebenarnya dan alasan aku memutuskan Arya pada kedua sahabatku, Nissa dan Tari.
Aku memang sengaja meminta bantuan mereka untuk menceritakannya pada Arya,
karena aku tahu Arya sangat marah padaku karena bukan dia yang pertama
mengetahui ini dariku. Aku pasrah dengan apapun keputusannya tentangku. Tetapi
aku berharap sangat banyak kini, untukku dapat kembali bersamanya. Cinta
monyet? Ini bahkan melebihinya untuk cinta seusiaku. Dia itu sahabat pertamaku,
teman baikku, Kakak yang paling aku sayang, dan yang terakhir dialah Cinta
Sejatiku.
Aku memikirkan banyak hal hari ini,
bahkan aku melupakan jadwal makan rutinku yang sehari-hari tidak pernah aku
lupakan. Tentu saja, namanya saja ‘rutin’. Aku membayangkan dua kemungkinan
yang akan terjadi padaku hari ini. Arya memaafkanku atau Arya akan semakin
menjauhiku. Berputar dan terus berputar di kepalaku. Jelas di dalam kasus ini,
akulah yang paling bersalah. Aku mengingat kembali apa saja yang pernah aku
katakan pada teman-temanku mengenai kejadian ini. Oiya, aku ingat satu kejadian
dimana aku dan Arya berada didalam pertengkaran yang paling parah yang membuat
aku sempat berfikir untuk menyendiri saja.
Malam itu aku ber-sms ria dengan
sahabatku, yang juga adalah sahabat dekat Arya. Aku menceritakan segala hal
yang aku ingat tentang kejadian itu. Aku bahkan beberapa kali menahan nafas
agar suara tangisku tidak terdengar sampai membangunkan anggota keluargaku.
Tepat, sudah larut malam. Terpaksa aku menceritakan semuanya karena setelah 2
minggu aku lost contact dengan Arya,
aku begitu menginginkannya sekarang. Aku meminta Tari untuk menceritakan hal
ini pada Arya, karena aku sendiri tidak mampu berkata jujur padanya. Apalagi
untuk menatap matanya, itu terlalu sulit
dan sakit.
Sesuai dugaan ku
sebelumnya, siang ini akan menjadi siang yang paling berat. Aku pulang bersama
Ariani, aku banyak mengobrol dengannya tentang Arya. Berkali-kali pula aku
menahan tangis karena yang ku tahu, angkutan umum yang saat ini aku naiki
kacanya tembus pandang dari luar.
“Van, liat ke
belakang” ujar Ariani. “Ada apa?” tanyaku. “Udah liat buruan!” Ariani
membentakku dan mengarahkan wajahku ke arah kaca belakang. “Hah?!” aku terkejut
dan membalikkan tubuhku kearah yang berlawanan dengan kaca belakang. Berusaha
menggunakan kode-kode pada Ariani agar ia tidak melihat kearah belakang. Karena
disana ada… Arya !!! Oh My God… sedang apa ia disana? Mengendarai motor tepat
di belakang kami. Parahnya, kini mobil berhenti karena keadaan lalu lintas yang
macet. Arya berusaha memanggilku dari belakang. Ariani merayuku dan membuatku
menengok kebelakang sekali lagi walaupun kini pipiku sedang panas karena mataku
yang sedang menahan tangis. Arya memaksaku untuk turun dan akhirnya aku turun
berbarengan dengan Ariani. Arya sudah stand
by di motornya seolah aku memang akan pulang bersamanya. Tetapi benar. Aku
memang menaiki motor itu karena tatapan Arya yang sudah tak mampu lagi aku
menolaknya.
Sekujur tubuhku
dingin dan kami berdua sama sekali tidak mengucapkan satu patah kata pun sampai
kami berdua tenang. Arya bertanya tentang kebenaran cerita itu, dan ia tidak
akan membawaku pulang sampai aku berkata jujur. Aku hanya menjawab seadanya
saat kami hampir sampai ke rumahku. “Anter aku sampai tempat les ya” ujarku
tiba-tiba. Ia mengerti dan melanjutkan perjalanan. Aku pun mengungkapkan
seluruh isi hatiku padanya. Perasaan rindu, benci, kesal, semua yang aku rasa
saat ini. Aku hampir menangis saat sampai di tempat pemberhentianku. “Jangan
nangis gitu lah” ujar Arya saat aku turun dari motornya, ia memegang tanganku
dan menghapus air mataku yang hampir jatuh saat itu. Maafin aku ya, aku ngga bener-bener niat kasar sama kamu tadi. Kata
‘aku-kamu’ seperti yang di ucapkannya tadi membuatku merasa tenang meskipun
saat aku mendengar deru motornya yang pergi setelah menunggu ku masuk tadi itu
membuatku menangis sekarang. Aku menghapus air mataku saat membuka pintu
kelasku. Tepat saat aku masuk, aku berpapasan dengan Andi yang kini menjauhiku
dengan alasan ia sudah membenciku setelah ia berfikir aku telah menyakitinya. Lebih tepatnya ia meminta maaf padaku dan ia mengaku bahwa ia telah berusaha mndekatiku dan menjauhkanku dari Arya. Bagai malaikat kecil, aku melihatnya menahan emosi ditiap pelupuk matanya. Banyak hal bodoh yang telah aku buat yang kini sama sekali tidak membuatku
senang.
Andai saja aku bisa berontak, mungkin hal ini tak perlu aku alami bahkan sampai keadaannya menjadi semakin buruk.
***
STOP ! gue bingung kenapa disini alurnya kok complicated banget ya..... yaudahlahyaaa jangan kaget kalo alurnya bakal berubah-ubah, sesuai sama kejadian soalnya. Tunggu chapter 4 nya yaaaa ! bakal ada yang wow :)
No comments:
Post a Comment