1.12.2014

Semerta waktu

Tak seharusnya aku terlarut duka, tak semestinya aku tertawa. Aku yang terjebak dalam kesempurnaan dunia. Hidup ku memang bukan sebatang kara dan aku tak juga sendiri dalam meraih asa. Tantangan begitu rupawan, tampil cantik nan indah menipu setiap mata yang berusaha menolaknya.
Dunia, satu kata yang bisa lambangkan semua rasa. Entah cinta, rindu, pahit, bahkan kehilangan.
Ku menangis karenanya, terluka dengan terlalu sempurna. Berharap bahagia berakhir lara. Kesepian menghampiriku saat aku benar-benar tak tahu kemana lagi arah asa kan terbawa.

Berkali ku bertahan, menghempas segala cinta yang terbuang. Menyaksikan sisa sisa waktu terhampar tak terlihat. Waktu yg seharusnya amat berarti ketika aku seorang diri. Menatap serpihannya yang berangsur tiada.
Saat saat dimana aku berhasil merasakan siapa diriku sebenarnya. Untuk apa aku bernafas, untuk siapa aku berjuang. Namun, seseorang yang lain berkata, bahwa aku tak pantas melakukannya. Haruskah aku melepas semua beban yang malahan akhirnya bisa buat ku bahagia ? Atau aku meneruskan seumur hidupku demi seorang yang ku cinta ?
Aku berdoa, dalam sepi ku kekang semua hasrat yang kemudian tumpah tak berujung.
Ku mohon. Agar siksa ini tak menepi padaku.

No comments:

Post a Comment