Dua tahun berlalu, kini aku berhasil menepikan rasa itu. Mulanya aneh, lama kelamaan ini seperti kebiasaan
yang tak sanggup ku artikan. Sesekali aku menatap pilu kenyataan yang ada. Bagaimana tidak? Semua itu terjadi hanya karena aku dipenuhi oleh segala tuntutan amarah orang lain. Masalah demi masalah yang terlontar dan mengendap dihadapankulah yang berhasil membuatku lupa dengan kenangan itu.
Aku sakit. Aku jatuh. Bertahan saja sudah tak mampu, bagaimana caraku untuk kembali bangkit?
Bagai ranting kayu yang terbentuk melengkung keatas, membingkai senyum sekilas, ranting itu patah, jatuh ke tanah, tertiup dan berputar mengikuti arus angin.. Membentuk sebuah senyum dan tangis pahit secara bergantian. Mengingatkanku pada kehidupan.
Hempasan angin yang kuat membuatku semakin lelah bertahan. Aku yang kini bukanlah diriku yang sebenarnya. Tak pernah seletih ini. Bahkan aku berharap sang mentari yang esok meninggi, tak pernah sudi tercipta.
No comments:
Post a Comment